Presiden Diminta Ganti Direksi BOP dan Hentikan Wacana Wisata Halal di Labuan Bajo
jpnn.com, JAKARTA - Wacana program Wisata Halal (WH) di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) RI, bersama Badan Otorita Pariwisata (BOP) dan Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Manggarai Barat, tanggal 30 April 2019 lalu di Labuan Bajo, menimbulkan polemik. Kegiatan tersebut berujung pada reaksi penolakan masyarakat pencinta pariwisata Manggarai Barat di berbagai daerah di Indonesia saat ini.
Hal ini dikatakan masyarakat NTT Diaspora - Jakarta yang bernaung dalam Komite Nasional (Komnas) Pengawas Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo - Flores melalui siaran persnya Selasa (7/6/2019).
BACA JUGA: Mardani: Pak Presiden, Tidak Cukup dengan Berucap Turut Berdukacita
Menurut Komnas Pengawas BOP, polemik ini semakin mengemuka hingga menjadi Trending Topic di berbagai media, baik media arus utama maupun media sosial di Nusa Tenggara Timur. Masyarakat pencinta pariwisata Manggarai Barat menduga, Bimtek Wisata Halal ini merupakan bagian program Kementerian Pariwisata melalui BOP yang sudah tertuang dalam suatu perencanaan.
"Kami ketahui konsep Wisata Halal inikan mengutamakan unsur kehalalan beberapa aspek yang terkait dengan kegiatan wisata itu sendiri. Halal mencakup segala sesuatu yang digunakan untuk fisik dam batin manusia yang tentunya bebas dari bahaya. Halal harus meliputi harta, makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan yang material dan penanganan penyakit atau masalah hidup. Oleh karena itu, objek wisata halal terkait dengan penyediaan tujuan wisata berupa hotel, rumah makan, restoran, dan lain sebagainya yang menggunakan material halal dan standar halal ini diukur melalui prosedur yang memenuhi syarat sertifikasi halal," kata Ketua Komnas Pengawas BOP Frans Dancung.
Mengacu pada substansi konsep wisata halal dimaksud, kata Dancung, masyarakat pencinta pariwisata Manggarai Barat merasa keberatan bila program wisata halal tersebut diterapkan di Manggarai Barat. Keberatan masyarakat sangat beralasan sebab Manggarai Barat sedang mendorong wisata berbasis budaya.
Wisata berbasis budaya merupakan salah satu jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan kebudayaan sebagai objeknya baik itu bahasa, masyarakat tradisional, kerajinan tangan, musik dan kesenian, sejarah suatu tempat, cara kerja, bentuk dan karakteristik arsitektur di masing-masing daerah tujuan wisata, tata cara berpakaian penduduk, dan lain sebagainya yang komponenya berbasis kebudayaan.
Realitas dan kondisi empirik ini yang membuat masyarakat pencinta pariwisata Manggarai Barat menolak keras rencana adanya konsep pariwisata halal tersebut. Konsep pariwisata halal merupakan bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan muslim dan pelayanan wisatawan dalam pariwisata halal ini merujuk pada aturan-aturan Islam.