Presiden Jokowi kepada Uni Eropa: Tak Boleh Memaksa, Jangan Mendikte!
jpnn.com, BRUSSELS - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa kemitraan antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Uni Eropa (EU) harus bisa berkontribusi pada pemulihan ekonomi yang inklusif, salah satunya melalui perdagangan dan investasi yang dipermudah.
Dalam sambutan yang dia sampaikan dalam KTT Peringatan 45 Tahun ASEAN-EU di Brussels, Belgia, pada Rabu (14/12) , Jokowi secara khusus mengkritisi usulan regulasi deforestasi EU karena dinilai menghambat perdagangan.
“Beliau menjelaskan bahwa Indonesia akan terus membangun hilirisasi industri untuk mendorong pembangunan yang lebih inklusif,” tutur Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pengarahan pers yang disaksikan secara daring melalui akun YouTube Sekretariat Presiden, dari Jakarta, Kamis.
EU adalah mitra dagang ketiga terbesar bagi ASEAN setelah China dan Amerika Serikat. Total perdagangan ASEAN-EU tahun lalu mencapai 268,9 miliar dolar AS (sekitar Rp4,19 kuadriliun).
Sementara itu, investasi asing langsung (FDI) dari EU ke ASEAN mencapai 26 miliar dolar AS (sekira Rp406 triliun) pada 2021. EU adalah sumber FDI terbesar kedua di ASEAN setelah China.
“Oleh karena itu, Presiden Indonesia menyampaikan bahwa kemitraan ASEAN-EU sangat penting, tidak hanya untuk kesejahteraan kedua kawasan, tetapi juga untuk menghadapi berbagai tantangan global,” tutur Retno.
Meskipun kemitraan ASEAN-EU disebutnya telah menghasilkan banyak hal, tetapi Jokowi mengingatkan bahwa kedua pihak harus mengakui masih banyak perbedaan yang perlu diselesaikan.
“Presiden menekankan prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan harus menjadi landasan kemitraan ASEAN-EU. Tidak boleh ada pemaksaan kehendak. Tidak boleh lagi ada pihak yang mendikte. Presiden juga menegaskan bahwa mindset ‘my standard is better than yours’ harus diganti,” kata Retno.