Presiden tak Bisa Dimakzulkan Atas Dasar Kebijakan Penanganan Corona
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi menilai, Presiden Jokowi tidak bisa dimakzulkan hanya karena kebijakan penanganan coronavirus disease 2019 (COVID-19).
Menurut Rullyandi, kebijakan pemerintah saat menangani COVID-19 itu dibuat dalam keadaan kedaruratan. Segala kebijakan tersebut, tentunya tidak bisa menjadi dasar memakzulkan presiden.
"Penting untuk disadari bahwa kebijakan Presiden Jokowi menghadapi darurat wabah pandemi global corona adalah kebijakan negara dalam keadaan abnormal condition yang tidak dapat digolongkan dalam alasan konstitusional pemakzulan presiden," kata Rullyandi dalam keterangan resmi kepada jpnn.com, Senin (1/6).
Menurut dia, segala kebijakan pemerintah dalam situasi darurat sah secara yuridis. Walakin, kebijakan itu menuai kritik atau kekecewaan sebagian besar publik.
"Teringat dengan apa yang pernah disampaikan mantan Presiden Amerika Abraham Lincoln, safe guarding the nation and safe guarding the constitution, ketika negara dalam keadaan darurat, yang pertama tujuannya lindungi dahulu bangsamu dan yang kedua barulah lindungi konstitusimu. Manakala terjadi kegentingan keadaan darurat yang demikian, maka pada hakikatnya semua tindakan negara untuk menyelamatkan bangsa sekalipun inkonstitusional menjadi rechtmatigheid atau sah secara yuridis," tutur dia.
Lebih lanjut, kata Rullyandi, sistem hukum Indonesia membuat proses pemakzulan presiden tidak mudah terlaksana.
Terdapat syarat yang sangat ketat, alasan yang limitatif, prosedural kelembagaan melalui mekanisme jalur DPR, MK serta MPR, untuk memakzulkan seorang presiden.
"Artinya mekanisme pemakzulan presiden tidak bisa diselenggarakan melalui dorongan gerakan rakyat atau people power atas dasar adanya tuduhan terhadap pelanggaran sumpah presiden untuk meminta pertanggungjawabannya," tegas dia. (mg10/jpnn)