Produknya Tembus Pentagon dan Gedung Putih
”Karenanya, saya putuskan untuk berangkat ke sana sekaligus membuka kantor perwakilan. Dari situ saya jadi tahu siapa market kita. Selama ini yang berkuasa distributor. Kita jadi bawahan mereka,” ungkap Fifi kepada Jawa Pos.
Akhirnya, berbekal dua koper pakaian, Fifi ditemani putri sulungnya, Jessica, yang saat itu berusia sebelas tahun, berangkat ke AS pada Juli 2001. Dia tinggal di sebuah apartemen di Georgia.
Kepergiannya tersebut penuh pengorbanan. Dia harus berpisah dengan suaminya yang tetap menunggui pabrik di Tangerang. ”Di pabrik memang ada manajer dan direksi, tapi bisnis furnitur tidak bisa ditinggalkan owner. Kalau ditinggal, perusahaan tidak bisa berjalan dengan baik,” terang istri Robert Manan itu.
Di AS Fifi mulai menjalankan strategi bisnis dari nol. Meski tidak tahu peta bisnis di sana, Fifi yakin usahanya tidak sia-sia. Dia lalu menyewa kantor dan gudang di Atlanta. Juga membuat badan hukum di sana.
”Zaman itu sewa kantor dan gudang di sana cukup mahal. Tapi, setelah itu saya bisa memulai urus marketing di sana.”
Dalam benak Fifi, AS merupakan pasar yang gemuk. Daya beli warganya juga tinggi. Namun sayang, baru dua bulan usahanya berjalan, terjadilah peristiwa 11 September 2001. Gedung kembar World Trade Center dan Pentagon diledakkan. Dampaknya, bisnis di Amerika ikut "mati”.
”Bahkan sampai lima tahun masih terasa. Tapi, saya bertekad tidak akan berhenti. Saya harus tetap berbuat sesuatu di tahun pertama itu,” kenangnya.
Fifi meyakini, separah apa pun situasi bisnis di AS, pemerintah tetap punya uang untuk menjalankan roda pemerintahan. Itu sebabnya, dia kemudian berkonsentrasi ke pasar pemerintah.