Produsen Tahu-Tempe Ancam Mogok
Harga Kedelai Tak Terkendalijpnn.com - JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah berdampak langsung terhadap harga komoditas impor, termasuk kedelai. Produsen tahu dan tempe pun mengeluhkan makin tingginya harga komoditas yang mayoritas kebutuhannya masih dipasok dari impor tersebut. Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan stabilisasi harga, produsen mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada 10 September.
Ketua II Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Sutaryo mengungkapkan, tingginya harga kedelai memang sudah terjadi dua bulan lalu dengan rentang Rp 7.200-7.500 per kg. Namun, setelah pelemahan rupiah, harga kedelai melesat menjadi Rp 9.000 per kg atau naik 17 persen. Sementara itu, harga di tingkat importer mencapai Rp 8.600 per kg.
"Harga itu sangat memberatkan bagi kami dan konsumen. Jika kami naikkan harga, pasti konsumen yang sebagian besar masyarakat kelas menengah bawah akan komplain," terangnya.
Sutaryo mengungkapkan, saat ini banyak produsen yang menekan biaya produksi dengan memperkecil ukuran tahu dan tempe. Namun, dia khawatir jika harga kedelai terus naik, cara itu tidak lagi akan efektif. Karena itu, menurut dia, tidak ada pilihan lain kecuali ada campur tangan pemerintah untuk menstabilkan harga.
Selain pelemahan rupiah, lanjut dia, stok kedelai nasional sedang menipis. Sebab, banyak importer kecil yang tidak mau melempar stoknya ke pasar. Untuk menangani importer nakal itu, lanjut dia, perlu intervensi pemerintah. Dia juga mengkritisi beleid harga patokan jual dan beli yang telah diteken pada Mei lalu. Dia mengatakan, manfaat aturan tersebut masih belum bisa dirasakan.
Sebelumnya Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan, harga patokan penjualan memang susah dikendalikan. Dia mengungkapkan bahwa saat ini harga penjualan mengalami banyak tekanan. Tekanan pertama adalah pelemahan kurs rupiah.
Yang kedua adalah harga kedelai dunia yang memang sedang naik. "Jadi, tekanan yang kita hadapi saat ini berlipat," terangnya.
Bayu menjelaskan, saat menetapkan harga patokan penjualan, kurs rupiah terhadap USD masih Rp 9.900. Padahal, saat ini kurs sudah menembus Rp 11.000 per USD.