Produsen Tahu Tempe Mogok Tiga Hari
jpnn.com - SERANG – Dampak dari tidak adanya aktivitas produksi dan penjual tahu tempe, membuat rakyat Kramatwatu menjerit. Aksi mogok itu, terjadi lantaran adanya kenaikan harga kedelai yang melambung tinggi, dari harga Rp7600 per kilogram menjadi Rp9500 per kilogram.
Sehingga berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi Puskopti seluruh indonesia dan petunjuk teknis pelaksanaan oleh Gabungan Koperasi Produsen Tempe tahu Indonesia (Gakoptindo) pada 31 Agustus hingga 1 September lalu, menyatakan sikap agar seluruh Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti), tidak melakukan produksi dan tidak berjualan selama tiga hari, mulai dari 9-11 September.
Informasi yang diterima Radar Banten (Grup JPNN) dari pemilik Kopti tahu Pejaten Atep Sudrajat, di Kabupaten Serang ada 22 cabang pengrajin tahu dan sekira 40 pengrajin tempe. Semua cabang itu, kompak untuk tidak memproduksi tahu tempe mulai hari ini, setelah mendapat surat edaran dari Gakoptindo itu beberapa waktu lalu.
Pantauan Radar Banten, sekira pukul 11.30 WIB, Kopti tahu Pejaten tidak melakukan aktivitas produksi, pemilik Kopti terlihat kebingungan lantaran sejumlah karyawannya menganggur. Tidak hanya itu, di pasar Kramatwatu juga tidak ada penjual tahu tempe lantaran sudah sepakat, untuk tidak berjualan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah.
“Terus terang kami merugi dengan adanya kenaikan harga kedelai ini, soalnya keuntungan yang didapat menurun drastis. Biasanya, keuntungan dalam sehari mencapai Rp500 ribu per hari, sudah sebulan ini, kami hanya meraup keuntungan sekira Rp200 ribu per hari, belum untuk membayar gaji karyawan,” kata pemilik Kopti Pejaten Atep Sudrajat kepada Radar Banten di pabriknya, Senin (9/9).
Akibat mahalnya harga kedelai, Atep juga mengurangi omset produksi lantaran dikhawatirkan menuai protes dari konsumen. Ia pun mengaku prihatin terhadap konsumen. “Biasanya, kami memproduksi tahu sebanyak tiga kuintal kadelai sehari, sekarang paling setengahnya. Inginnya normal, hanya kami khawatir tidak akan habis dibeli konsumen, soalnya, kami naikan harganya dan mengurangi ukurannya sesuai dengan harga kedelai,” terangnya.
Atep pun mengungkapkan, adanya aksi mogok produksi ini, dinilainya tidak hanya merugikan konsumen, tapi dirasakan pemilik dan pengrajin tahu juga. “Kalaupun produksi tahu mogok, tapi 15 karyawan yang bekerja di pabrik kami tetap harus kami beri makan. Salahnya, tidak ada kedelai lokal, semua Kopti mendapat kedelai impor sehingga kenaikan harga ini, tidak dapat diantisipasi kecuali oleh pemerintah,” katanya.
Sementara itu, Erni Komartini, pelayanan unit pengrajin tahu tempe Kopti Kabupaten serang mengharapkan, pemerintah dapat memperjuangkan mata pencaharian para pengrajin tahu tempe ini. ”Kasihan lah para pengrajin, mereka harus keluar modal lebih besar sehingga keuntungan berkurang. Kalau dinaikan harganya, ngejualnya yang susah, jadi seba salah,” ujarnya.