Program CSA Lakukan Langkah Strategis Antisipasi Hadapi Fenomena El Nino
“Seluruh pihak, tak terkecuali, harus bergerak aktif berkolaborasi,melakukan antisipasi perubahan iklim, harus dapat beradaptasi saat kemarau nanti memanfaatkan infrastruktur air seperti dam parit, embung juga long storage dalam menghadapi cuaca ekstrim El Nino,” tegasnya.
Dalam berbagai kesempatan, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menjelaskan masa musim kemarau ekstrem mulai melanda Indonesia pada akhir Mei hingga awal Juni. Hanya saja, skalanya masih rendah.
"Fenomena ini akan makin menguat, hingga puncaknya terjadi pada Agustus-September. Oleh karenanya, seluruh stakeholder pertanian harus mengerti dan paham apa itu El Nino,” kata Kabadan Dedi.
El Nino prinsipnya musim kering dan pertanian memerlukan air untuk pertanian. BMKG sejak awal telah memprediksi pada Mei sudah masuk zone El Nino, puncaknya diprediksi pada Agustus.
“Kita siapkan langkah adaptasi karena pengairan berdampak 40% terhadap produktivitas pertanian, begitu air terganggu maka produktivitas terganggu artinya produksi menurun secara drastis. Penyuluh dan petani maupun Gapoktan harus paham apa itu El Nino,” jelas Dedi.
Petani perlu mencari alternatif pemenuhan air, diantaranya dari dalam tanah, melalui pompanisasi dari bawah tanah ke atas atau manfaatkan air yang ada di permukaan.
"Di antaranya melakukan penyodetan pada sungai-sungai besar yang debit airnya tinggi melalui pipanisasi, sehingga lahan pertanian mendapatkan air dari permukaan air," kata Dedi.
Sementara Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian Bustanul Arifin Caya mengatakan peran Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project atau SIMURP terhadap antisipasi dan mitigasi dampak perubahan iklim atau El Nino, salah satunya melalui pemupukan berimbang dan memasifkan penggunaan pupuk organik selain kegiatan utamanya yaitu pemanfaatan irigasi dan pemanfaatan teknologi Climate Smart Agriculture (CSA) atau Pertanian Cerdas Iklim (PCI).