Program Penanggulangan Bencana Harus Berbasis Masyarakat
jpnn.com, JAKARTA - Semua program penanggulangan bencana harus berbasis masyarakat. Selain itu, perlu meningkatkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mencegah korban atau mengurangi korban bencana.
Hal itu disampaikan Kepala Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei usai Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/4).
Dalam kesempatan itu, Willem menjelaskan alasan program penanggulangan bencana harus berbasis masyarakat. Menurutnya, hasil penelitian menunjukkan 34 persen orang selamat dari bencana karena kapasitas individunya, 32 persen oleh keluarga, dan 28 persen oleh orang di sekitarnya. Sehingga kapasitas komunitas itu 95 persen ada di masyarakat.
“Oleh karena itu, apa pun yang kita lakukan harus berbasis kepada masyarakat,” katanya.
Untuk mencegah dampak bencana, BNPB melaksanakan langkah-langkah antisipatif yakni melakukan sosialisasi kepada masyarakat guna membangun kesadaran dan pemahaman, serta membangun partisipasi.
Menurut Willem, untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua bangsa Indonesia maka BNPB menetapkan Hari Kesiapsiagaan Bencana pada tanggal 26 April 2018. Sampai hari ini, kata Willem, sudah terdaftar sebanyak 20 juta orang yang akan ikut pada peringatan Hari Kesiapsiagaan.
“Jadi makin banyak orang ikut, maka akan terbangun kesadarannya dan kalau semakin banyak orang sadar maka makin banyak langkah antisipasi. Semuanya itu, demi kepentingan masing-masing yaitu selamat dari bencana,” katanya.
Untuk diketahui, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Komisi VIII DPR menggelar rapat kerja dengan agenda evaluasi kebencanaan tahun 2017, Senin (16/4). Rapat tersebut menyimpulkan bahwa frekuensi dan intensitas bencana tidak semakin menurun. Dampak terhadap bencana juga sangat merugikan, artinya tetap menimbulkan korban jiwa.