Proyek Jalur Puncak, Warga: Robohkan, Sekalian Bunuh Saya
jpnn.com, BOGOR - Puluhan kepala keluarga (KK) di Kampung Naringgul, Desa Tugu Selatan, Kabupaten Bogor cemas. Tinggal hitungan hari, mereka dipaksa angkat kaki tanpa duit pengganti. Rumah yang telah ditempati sejak 1968 akan digusur untuk proyek jalur puncak yang akan dilebarkan menjadi empat jalur.
Surat Peringatan (SP) 1, SP2, SP3, ketiganya telah diterima warga yang menempati dusun di ujung jalur Puncak. Hampir 80 persen bangunan di sana adalah milik warga yang dipakai untuk tempat tinggal. Dari data yang dihimpun, ada 51 Kepala Keluarga (KK) yang menempati rumah di sana sejak 1968.
“Kami sudah dapat SP 3, sebenarnya dari 1968 juga sudah ditempati dan baru ramai-ramainya di tahun 70-an,”kata Ketua RT 01/17 Kampung Naringgul, Unip Gunawan.
Tak cuma tempat tinggal, dia juga mengaku jika beberapa rumah ada yang dipergunakan untuk vila. “Itu enggak banyak 20 persennya lah untuk vila,”ujar dia.
Jelang pembongkaran ini, dia pun kelimpungan, mencari tempat untuk melanjutkan hidup. Sebab, penggusuran ini dilakukan sepihak oleh pemerintah pusat.
Bukan hanya Unip. Warga lainnya yang tinggal di lokasi itu juga menrasakan hal yang sama. Rata-rata mereka menolak diusir karena merasa telah ikut membayar kewajiban pajak.
Ini pula yang dirasakan Deden Supriatna (57). Lelaki yang telah menempati bangunan itu puluhan mnegaku kecewa dengan sikap pemerintah. Karena, penggusuran itu dilakukan tanpa musyawarah.
“Nanti tanggal 18 (penertiban, red), saya di sini aja lah, silakan robohkan, sekalian bunuh aja saya, biar semua hancur, tolong dipikirkan dampaknya itu, kenapa pemerintah gak pernah ngajak ngomong, musyawarah,” ujarnya.