PSI Menolak Keras Ketentuan soal Hukum Adat di RKHUP
jpnn.com, JAKARTA - PSI melihat potensi disintegrasi dan diskriminasi terhadap perempuan dalam Rancangan KUHP yang tengah dibahas di DPR RI. Pasalnya, RKUHP membuka ruang pemidanaan menggunakan hukum adat.
"RKUHP akan menjadi sumber disintegrasi jika ketentuan living law atau hukum adat di pasal 2 diberlakukan," kata Jubir DPP PSI Dini Purwono, Jumat (13/9).
Pasal yang dimaksud berbunyi: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.”
Menurut Dini, jika pasal tersebut benar-benar berlaku, setiap kelompok masyarakat akan menuntut adanya peraturan berdasarkan adat istiadat masing-masing. Jumlahnya bisa mencapai ribuan.
Belum lagi, lanjut dia, kekacauan hukum yang akan timbul akibat institusi penegak dan pengadilan adat tidak pernah dikenal dalam hukum acara moderen. Akan ada potensi masyarakat mayoritas untuk memaksakan nilai-nilai kepada masyarakat minoritas.
"PSI menganggap ini sangat berpotensi memecah belah kesatuan bangsa, Indonesia pasti pecah," tutur Dini.
PSI juga yakin bahwa hukum adat sudah dinyatakan tidak mungkin diadopsi sebagai hukum nasional. Dirjen HAM Kemenkumham Prof. Harkristuti Harkrisnowo pernah menyatakan bahwa hukum adat di Indonesia banyak yang melanggar HAM, terutama dalam hal hak perempuan. “Demi keutuhan NKRI kami tolak RKUHP ini,” tegas dini. (dil/jpnn)