PSI Nilai Pasal Penodaan Agama Hanya Melanggengkan Tirani Mayoritas
Di samping itu, Guntur juga menilai, jika DPR tetap bersikeras mengesahkan pasal penodaan agama, yang hadir justru majority rule dalam kehidupan beragama atau tafsir subjektif oleh mayoritas terhadap minoritas.
“Tirani mayoritas sangat berbahaya. Jangan jadikan pasal penodaan agama alat untuk menindas kelompok minoritas. Seharusnya DPR membuat unsur-unsur pidana yang jelas untuk menghukum seseorang yang memang sengaja melakukan penghasutan atau provokasi dengan niat untuk memusuhi agama lain atau incitement to hatred,” kata kader Nahdlatul Ulama ini.
Guntur melanjutkan, pasal penodaan agama ini nantinya juga akan menambah masalah baru dalam tumpang tindih peraturan perundang-undangan.
Dari beberapa kasus, mereka yang dituduh melakukan penodaan agama diproses dengan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 (UU ITE), dan UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, serta Surat Edaran Kapolri No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.
Dengan tumpang tindih ini, lanjut Guntur, pasal penodaan agama dalam RUU KUHP justru akan menambah runyam masalah hukum ketatanegaraan di Indonesia. (dil/jpnn)