Puan Maharani, NU dan Muhammadiyah
Oleh: H. Adlan Daie, Wakil Sekretaris NU Jawa Barat (2010-2021)jpnn.com - Puan Maharani, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik dan Keamanan sekaligus Ketua DPR RI di-framing tidak ramah bahkan ‘anti-Islam” dan hendak dijauhkan dari basis elektoral umat Islam dalam kontestasi elektoral politik termasuk dalam konteks Pilpres 2024.
Gagasannya tentang Islam "Merah Putih" yang disampaikan Puan saat ‘ngaji’ Ramadan bareng Cak Nun (Emha Ainun Nadjiib) di kompleks kantor DPP PDI Perjuangan (Investor, 27/4/2022) dituding dokter Eva Sri Diani sebagai aliran atau "sekte" Islam baru yang "bid'ah" dan mengada-ngada (Warta ekonomi, 30/4/2022).
Di level akar rumput tak kurang dahsyatnya Puan dihubungkan pula dengan issu sensitif (hoaks) seolah-olah Puan Maharani hendak menghapuskan pelajaran agama Islam di sekolah sekolah umum.
Dalam konteks di atas itulah penulis sebagai pengurus NU Jawa Barat selama sebelas tahun memiliki "mas'uliyah diniyah".
Sebuah tanggung jawab keagamaan untuk meletakkan konsep Islam "Merah Putih" dalam proporsi yang dimaksud Puan, yakni merujuk pada sambutan Puan sendiri dalam acara haul ke 6 (almarhum) Taufik Keimas, ayahanda Puan, bahwa Islam "Merah Putih" menurutnya adalah "Islam nusantara yang berkemajuan" (Sindonews, 3/4/2022).
Di sini jelas bahwa gagasan Puan tentang Islam "Merah Putih" bukanlah "sekte" baru dalam Islam.
Konsepsinya memiliki "sanad" dan tautan dengan "Islam nusantara" NU dan "Islam berkemajuan" Muhammadiyah.
Jejak keislaman Puan dalam relasi dengan NU dan Muhammadiyah tentu bukan hal baru.