Puluhan Anggota Komisi V DPR Berpotensi Terseret Kasus DWP
JAKARTA – Anggota Komisi V DPR Fraksi Partai Hanura Fauzih H Amro, baru selesai digarap Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dugaan suap anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Selasa (9/2) sekitar pukul 22.10.
Politikus asal Palembang, Sumatera Selatan, itu mengaku diperiksa sebagai saksi untuk empat tersangka. Yakni, Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, anggota Komisi V DPR Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dan dua stafnya, Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin.
Fauzih mengaku diperiksa karena ikut dalam rombongan anggota Komisi V DPR yang melakukan kunjungan kerja ke Maluku pada Agustus 2015 lalu. Anak buah Wiranto di Partai Hanura itu mengatakan, nantinya semua anggota Komisi V DPR yang ikut dalam kunker tersebut juga akan dipanggil KPK.
Saat itu, kata Fauzih, rombongan yang dipimpin Ketua Komisi V Fary Djemi Francis itu berjumlah 22 orang anggota DPR dan empat dari kesekretariatan DPR. “Saya ditanya sebagai saksi karena saya salah satu anggota yang ikut kunjungan. Nanti juga kata penyidik, seluruh anggota yang kunjer komisi ke Maluku akan dipanggil semua,” kata Fauzih kepada wartawan di markas KPK, Selasa (9/2) malam.
Menurut dia, penyidik menanyakan seputar kunker tersebut. Mulai dari keberangkatan, lokasi kunker, dan lainnya secara detail.
Fauzih mengaku, saat kunker tersebut rombongan anggota Komisi V DPR didampingi oleh Kepala Balai Besar Pekerjaan Jalan Nasional IX wilayah Maluku, dan Maluku Utara, Amran Mustary. “Pak Amran mendampingi. Kan setiap kunjer Komisi V wajib didampingi,” kata Fauzih. Ia menambahkan, saat malam harinya anggota Komisi V juga mendengar presentasi dari Gubernur Maluku.
Lebih lanjut Fauzih mengaku tidak kenal dengan Abdul Khoir maupun Direktur PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng. Karenanya, ia mengaku saat itu tak mengetahui apakah Abdul dan Aseng juga turut mendampingi rombongan. “Tidak kenal saya,” tegasnya.
Dia pun membantah ada titipan uang dari Abdul dan Aseng saat kunker itu. Ia mengaku hanya mendapatkan uang resmi alias Spj dari kesekretariatan komisi. “SPJ resmi, itu dari sekretariat komisi. Iya paling Rp 12 juta-Rp 13 juta. Itu sudah ongkos pulang pergi, sama akomodasi dan penginapan,” paparnya. (boy/jpnn)