Puluhan Sanggar Betawi Terancam Punah
jpnn.com - JAKARTA - Puluhan sanggar kesenian Betawi di Jakarta kekurangan dana. Akibatnya, banyak diantaranya yang terancam tutup atau punah. Istilahnya hidup segan mati tak mau. Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Tatang Hidayat mengaku khawatir terhadap kelangsungan hidup para pekerja seni Betawi.
Untuk itulah, pihaknya mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, agar menganggarkan dana untuk bantuan operasional sanggar (BOS).
"Sepanjang sejarah, belum pernah ada bantuan dana dari pemerintah daerah, sehingga banyak sekali (puluhan sanggar Betawi yang ada) yang hidup segan mati tak mau," ujar Tatang kepada INDOPOS belum lama ini.
Tatang juga berharap, anggaran tersebut sudah bisa diterima mulai 2015 mendatang. Hal tersebut, demi menyelamatkan kesenian asli Jakarta yang terancam punah. "Sebagai wujud apresiasi dan perhatian nyata Pemprov DKI terhadap berbagai kebudayaan, hendaknya dialokasikan dana BOS," harapnya.
Lebih lanjut, Tatang menambahkan, banyak sekali sanggar seni, tari tradisional Betawi, tata rias, dan lain-lain yang mengalami kesulitan menjaga eksistensinya karena ketiadaan dana. "Berapa sanggar seni, tari, tata rias, dan tata rias penganten yang pantas diberi BOS, akan kita inventarisasi," tuturnya juga.
Tatang juga berjanji, sebelum menerima BOS, LKB akan memperbanyak pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di seluruh sanggar itu. "Kalau menerima BOS, harus dikelola secara professional. Harus ada laporan pertanggungjawabannya dan harus diaudit. Nah SDM di seluruh sanggar, seni dan tari harus menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman," paparnya juga.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Arie Budhiman berjanji membantu memperjuangkan dana BOS untuk sanggar seni Betawi. Menurutnya juga, sebagai kebudayaan warisan nenek moyang asli Jakarta, wajib hukumnya untuk melestarikan kebudayaan Betawi. "Kami akan berusaha keras agar sanggar-sanggar ini memperoleh bantuan," ucapnya.
Sedangkan seniman Betawi, Mpok Nori mengaku memiliki banyak sahabat sesama seniman Betawi yang hidup dalam keprihatinan. Sebagai salah satu seniman Betawi yang telah sukses karena sering muncul di televisi, dia mengaku ingin sekali membantu teman-temannya.
Namun, kemampuan yang dimiliki sangat terbatas, sehingga harapan satu-satunya hanyalah bantuan dari pemerintah daerah. "Kami berharap pemerintah daerah peduli, dan mau membantu para seniman Betawi agar bisa sukses," tandasnya.
Sementara itu, dalam rangka memperingati HUT Ismail Marzuki pada 11 Mei lalu, LKB juga mengusulkan penggantian nama Jalan Cikini Raya menjadi Jalan Ismail Marzuki. "Sudah kami usulkan, dan kami juga sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan Gubernur DMKI untuk membicarakan pergantian jalan itu," ujar Sekretaris Umum LKB, Ahmad Syahropi kepada INDOPOS.
Dia juga menjelaskan, dalam beberapa kali pertemuan dengan Gubernur Jakarta dan Wali Kota Jakarta Pusat, menghasilkan sesuatu yang memuaskan. "Kalau tidak ada hambatan, akhir tahun 2014 ini mungkin nama jalan akan berganti," beber Ahmad juga.
Langkah yang dilakukan LKB itu salah satu bentuk penghargaan kepada seniman Betawi yang lahir di Jakarta pada 11 Mei 1914 di Kwitang tersebut.
Terlebih Ismail Marzuki telah ditetapkan sebagai pahlawan pada 2004 silam. "Sayang sekali, kalau penghargaan itu tidak diberikan kepada pahlawan yang berasal dari Jakarta," tutur Ahmad. Selain nama jalan, beberapa pihak juga mengusulkan membangun Patung Ismail Marzuki di ruas jalan tersebut.
Seperti yang dilakukan di Jalan Sudirman. "Ada beberapa usulan seperti itu, tapi yang pertama nama Jalan Ismail Marzuki saja terlebih dahulu," kata dia lagi. Meski begitu, pastinya akan ada masalah yang akan mendera setiap perusahaan yang berada di sekitar Jalan Cikini Raya.
Sebab terkait dengan alamat untuk proses surat menyurat dan perjanjian kerjasama. Kendati demikian, pihaknya meyakini bahwa hal itu bukan suatu persoalan yang kompleks. "Hanya perlu transisi saja. Lagi juga kan yang berubah hanya nama jalan saja, wilayah Cikini tetap masih ada kan," tambah Ahmad.
Untuk diketahui, semasa hidupnya Ismail Marzuki telah menciptakan sekitar 240 lagu. Beberapa lagu perjuangan Indonesia itu antara lain, Halo-halo Bandung, Gugur Bunga, Sepasang Mata Bola, Rayuan Pulau Kelapa, dan Indonesia Pusaka. Atas karya dan jasanya tersebut, Ismail Marzuki memperoleh gelar Pahlawan Nasional yang diberikan pada Hari Pahlawan 10 November 2004 lalu. Gelar itu diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). (wok/dng)