Purwo Ardoko, Alumnus ITS, Arsitek Penjara Modern di Indonesia
Nginap di Lapas Cipinang, Masuk Geng SurabayaSabtu, 01 Mei 2010 – 06:43 WIB
Mula-mula dia mempelajari visi dan misi Depkeh soal lapas dan rutan. Lalu melakukan survei lapangan. "Saya nginap tiga hari di Cipinang, ikut jadi napi," tuturnya lantas tersenyum. Di penjara itu dia memperhatikan kultur dan kebiasaan penghuninya, warga binaan maupun petugas. "Bagaimana tahanan ditawari kamar-kamar yang bagus asal ada uang, saya jadi tahu," ungkapnya.
Di lapas dia menemukan cara hidup berkelompok atau geng-gengan. Karena Purwo asal Jombang, dia "dikuasai" geng Surabaya. Selama tiga hari itu, Purwo harus merogoh kocek Rp 75 ribu. "Diberikan sama pimpinannya," katanya. "Saya tidak dapat alas tidur. Alasnya dari koran, itu pun beli. Bantalnya dari baju dilipat-lipat," lanjutnya.
Selain survei ke Cipinang, dia juga minta waktu untuk mendalami Rutan Salemba dan Lapas Sukamiskin, Bandung, serta mempelajari sejumlah penjara di luar negeri. Yakni, di Malaysia, Hongkong, Singapura, Tiongkok, dan Thailand. Perilaku tahanan di tiap-tiap negara itu menjadi salah satu risetnya. "Dibandingkan dengan luar (negeri), kita kalah fasilitas dan jumlah pegawai, tapi menang dalam sistem," beber pria 48 tahun itu.