Pustaka Akademika di Untirta Dukung Lahirnya UU Tentang MPR
Pengaturan MPR bersama lembaga lain, khususnya DPRD, katanya, merupakan kerancuan yang sangat nyata. Pasalnya, MPR bukanlah lembaga legislatif seperti halnya DPR yang memiliki kewenangan pembuatan UU.
Di sisi lain, DPRD merupakan bagian dari pemerintah daerah yang salah satu tugasnya adalah menyusun peraturan daerah. Karena itu, sebaiknya DPRD juga tidak diatur dalam UU tentang MD3, melainkan, diatur dalam UU Kewenangan Pemerintah Daerah.
Restu menilai pembentukan UU tentang MPR adalah konstitusional untuk memisahkannya dengan lembaga negara yang lain. "MPR memang memiliki tugas dan wewenang yang berbeda dengan lembaga negara lainnya," tegasnya.
Hal senada disampaikan Lia Riesta Dewi,, pembicara sekaligus penelaah dalam Pustaka Akademika tersebut. Menurut Lia, sesuai amanat pasal 1 ayat (2) dan pasal 2 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, MPR harus diatur dalam UU tersendiri, terpisah dari lembaga lainnya.
Kalaupun terpaksa tetap digabung, MPR masih bisa diatur menggunakan UU yang sama dengan DPR dan DPD, namun tidak dengan DPRD karena MPR, DPR dan DPD memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding dewan di tingkat daerah.
"MPR harus diatur dalam UU tersendiri, sehingga tidak ada kerancuan. Minimal UU tersebut tidak mengatur DPRD di dalamnya, karena tugas DPR dan DPRD berbeda. Satu bagian legislatif dan satunya lagi bagian dari pemerintah daerah," jelas Lia.
Sebelumnya Kepala Biro Humas MPR Siti Fauziah mengatakan bahwa lembaga tinggi negara itu terbuka melakukan kerja sama dengan semua pihak, termasuk perguruan tinggi baik swasta maupun negeri.
Bahkan, perpustakaan MPR juga terbuka membedah hasil skripsi para mahasiswa selama berkaitan dengan tugas fungsi dan kewenangan MPR. Apalagi jika acara tersebut bisa bermanfaat bagi perkuliahan para mahasiswa.