Putusan MK Ubah Peta Pencalonan
jpnn.com - JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsy menilai putusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan anggota dewan mundur saat maju sebagai calon kepala daerah, sangat memberatkan dan tidak fair.
Keputuan MK itu tertuang dalam amar putusan permohonan uji materi Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.
"Sebenarnya itu aturan cukup menyulitkan untuk anggota DPR dan DPRD," katanya, Jumat (10/7).
Ini berbeda dengan putusan MK yang menyatakan pasal tentang politik dinasti inskonstitusional. Nah, Aboebakar mengatakan, bila logika yang digunakan linier dengan politik dinasti, maka seharusnya tidak ada ketentuan mundur untuk DPR atau DPRD.
Karena, logika yang dipakai dalam putusan tersebut adalah tidak boleh ada diskriminasi terhadap para calon dan seharusnya dalam proses demokrasi sebanyak mungkin melibatkan calon.
Bila penghapusan larangan politik dinasti bertujuan menghilangkan diskriminasi calon dan memperbanyak kontestan, maka seharusnya hal tersebut juga berlaku untuk calon dari DPR. "Namun demikian hal tersebut sudah jadi keputusan MK maka semua pihak harus menghormatinya," katanya.
Menyinggung politik dinasti, Aboebakar mengatakan, pengaturan mengenai pembatasan-pembatasan terhadap calon petahana dalam UU Pilkada adalah upaya untuk meminimalisasi adanya politik dinasti yang dapat berujung pada oligarki politik.
Sebenarnya, hal tersebut adalah upaya menghindarkan adanya kekuasaan yang hanya akan dimiliki oleh sekelompok orang tertentu. Menurutnya, ini merupakan langkah maju dari pemikiran demokrasi agar kekuasaan tidak tersentralisasi pada keluarga tertentu.