PWNU Tolak Sekolah Lima Hari
jpnn.com, PALANGKA RAYA - Kebijakan sekolah lima hari yang digulirkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dianggap membebani siswa. Waktu belajar 8 jam siswa harus pulang sore dianggap cukup berat.
Penolakan disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menindaklanjuti itu, PWNU Kalteng menyurati instansi terkait atas keberatan program sekolah lima hari tersebut.
“Kita akan menyurati dinas terkait mengenai keberatan kebijakan sekolah lima hari. Kita sifatnya meneruskan saja dari pusat,” ujar Ketua PWNU Kalteng H Said Ahmad Fauzy Zain Bachsin kepada Kalteng Pos (Jawa Pos Group), Minggu (12/8).
Dikatakannya, surat keberatan atas kebijakan tersebut merupakan surat dari PBNU pusat yang akan diteruskan ke Dinas Pendidikan Kalteng. Namun, pihaknya masih menunggu surat dari PBNU pusat terlebih dahulu.
“Surat itu surat PBNU. Nanti kita antar. Kita buat pengantarnya dulu dan diantar ke dinas terkait. Intinya kita tidak setuju sesuai dengan keberatan PBNU,” terangnya.
Menjawab keberatan dari PWNU Kalteng atas kebijakan yang tertuang dalam Permendikbud No 23 Tahun 2017 tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Kalteng Slamet Winaryo mengaku belum menerima surat itu. Jika pun mendapat surat itu, dia siap untuk menjelaskan.
“Saya belum terima surat dari PWNU Kalteng. Kita siap memfasilitasi untuk bertemu dan menjelaskan kebijakan tersebut,” jelasnya.
Slamet mengungkapkan, kebijakan sekolah lima hari sebenarnya sangat membantu orangtua dalam menanamkan karakter pada anak. Sebab jika dilihat dari sasaran tujuannya bukan untuk membebani tetapi agar anak lebih terkontrol baik kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah seperti kegiatan keagaman dan lainnya.