Ramadan, Momen Kikis Terorisme
jpnn.com - MAKKAH – Umat muslim di seluruh dunia mulai menjalani ibadah puasa di bulan suci Ramadan. Namun, tidak semua orang bisa menjalani ibadah puasa dengan mudah. Di beberapa negara umat muslim harus berpuasa lebih lama. Namun, di bagian negara yang lain, waktu puasa jauh lebih pendek.
Di Sidney, Australia, misalnya. Waktu puasa di Negeri Kanguru tersebut hanya 9 jam. Kemudian, diikuti Rio de Janeiro, Brazil, yang hanya 12 jam. Di Indonesia dan Malaysia, rata-rata waktu puasa mencapai 13–14 jam. Di Makkah, Arab Saudi, waktu puasa hampir 15 jam.
Di New York (AS) dan Beijing (Tiongkok) waktunya 16–17 jam. Warga muslim di London (Inggris) dan Berlin (Jerman) harus berpuasa lebih lama lagi. Sebab, waktu puasa di dua wilayah tersebut mencapai 19 jam. Waktu puasa yang cukup lama memang mayoritas dialami negara-negara di Eropa yang mengalami musim panas.
Di Brunei Darussalam, suasana Ramadan tahun ini terasa sangat berbeda. Tahun ini, negeri tersebut telah mengaplikasikan hukum syariah. Jadi, siapa pun yang makan dan minum di area publik selama bulan Ramadan bakal didenda. Yaitu USD 3.226 (lebih dari Rp 38 juta) dan atau dihukum penjara setahun.
Namun, hukuman itu tidak berlaku bagi orang-orang yang sedang sakit. Restoran dan kedai kopi tidak boleh menerima pelanggan yang makan di tempat pada siang selama waktu puasa. Warga nonmuslim bisa membeli makanan yang langsung dibawa pulang.
Di tempat terpisah, Raja Arab Saudi Abdullah menyatakan bakal menghancurkan militan yang mengancam kerajaannya. Dia menegaskan tidak akan memberikan toleransi kepada para teroris.
“Kami tidak akan membiarkan kelompok teroris yang mengatasnamakan agama di belakang kepentingan pribadi meneror warga muslim, menyentuh tanah air kami, anak-anak, maupun rumah-rumah yang terlindungi,” ujar Raja Abdullah dalam pesannya pada momen awal Ramadan itu.
Yang dimaksud Abdullah adalah militan Islamic State in Iraq and the Levant (ISIL) yang kini menguasai Iraq. Arab Saudi berbatasan 800 kilometer dengan Iraq.