Rapor Merah Ekonomi: Ketimpangan Melebar hingga Buruknya Kinerja Menteri
"Ada dua faktor yang menjadi alasan program pelatihan berpotensi fiktif. Pertama, lembaga Pelatihan sudah menerbitkan sertifikat meskipun peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Kedua, peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli, sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta," ujar Haris.
Kelima, adalah persoalan kelangkaan minyak goreng dan kebijakan larangan ekspor CPO yang berimbas pada keresahan masyarakat, petani sawit maupun sektor swasta akibat lemahnya kebijakan yang dikeluarkan oleh jajaran kementerian bidang perekonomian menambah carut marut perekonomian dan politik nasional.
"Larangan ekspor CPO malah menimbulkan masalah baru yaitu tidak terserapnya produksi tandan buah segar (TBS) petani sawit," kata Haris.
Ketika sudah ada larangan ekspor kemudian keuntungan perusahaan kelapa sawit jauh berkurang, maka berdampak ke petani, dimana pembelian TBS ditekan untuk mengatasi masalah profit perusahaan.
"Menteri jajaran bidang perekonomian khususnya Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan sejak awal tidak memiliki pemahaman komprehensif dari rantasi pasok (supply chain) sawit. Hal ini terlihat dari dampak kebijakan larangan eskpor CPO kepada petani sawit yang tidak diantisipasi. Situasi ini akan membuat kolaps industri sawit dan yang paling menjerit pasti petani,” jelas Haris.
Berdasarkan kelima alasan tersebut,lanjut dia, presiden sepatutnya memberikan kartu merah terhadap jajaran menteri bidang perekonomian.
Jika terus dibiarkan, Haris khawatir kondisi ekonomi nasional bisa terus memburuk, terlebih sudah menjelang tahun politik 2024.
"Presiden layak berikan kartu merah kepada Menko Perekonomian, Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian dengan kinerja buruk," tutup Haris. (jpnn)