Rasionalisasi PNS Bisa Bikin Ribut
Saya setuju asal didahului dengan kajian yang kuat. Yang menjadi problem PNS Indonesia sebenarnya lebih ke masalah kompetensi dan efisiensi kerja. Jadi seolah-olah banyak jumlahnya karena banyak yang terlihat menganggur, tidak ada kerjaan. Sebenarnya yang mendesak adalah pendataan kompetensi, yang dikaitkan dengan ragam kebutuhan layanan publik. Dari hasil analisis itu, lantas dilakukan pembagian kerja sehingga tidak ada lagi PNS yang terlihat menganggur. Karena kalau asal pangkas, mengurangi jumlah PNS, bisa-bisa nanti malah pelayanan publik terbengkalai karena kekurangan PNS.
Menurut Anda, bagaimana publik melihat kinerja PNS?
Masyarakat sebenarnya tidak peduli berapa jumlah PNS. Yang menjadi sorotan publik adalah PNS yang tampak tidak punya pekerjaan. Jumlah PNS banyak asal mereka benar-benar kerja, ada yang dikerjakan, masyarakat senang.
Terus, apa yang mestinya dilakukan pemerintah?
Redistribusi PNS. Jangan sampai PNS menunpuk di satu unit kerja atau di suatu daerah saja, sementara unit kerja atau daerah lain kekurangan PNS, terutama di daerah-daerah otonom baru hasil pemekaran. Undang-undang ASN sudah memberikan pengaturan, PNS bisa dimutasi antardaerah. Itu dulu yang mesti dilakukan.
Untuk penegasan, menurut Anda jumlah PNS kita tidak terlampau banyak?
Justru, jumlah PNS di instansi-instansi pusat yang kelebihan. Instansi pusat, seperti kementerian-kementerian, terlalu banyak jabatan strukturalnya. Adanya jabatan eselon I, sudah tentu diikuti dengan eselon II, III, dan seterusnya. Jabatan-jabatan struktural itu yang banyak menyedot uang negara, gaji besar. Sementara, instansi pusat itu lebih mengurusi soal kebijakan dan monev (monitoring dan evaluasi, red). Mestinya yang perlu diperbanyak tenaga-tenaga ahli, pakar analisis kebijakan.
Jika rasionalisasi PNS tetap dilakukan, bagaimana kira-kira dampaknya?