Reaksi Inisiator Gerakan Satu Bangsa Soal Pembunuhan Sadis di Sigi, Tegas!
jpnn.com, JAKARTA - Gerakan Satu Bangsa menyatakan keprihatinannya terhadap tindak kekerasan dan pembunuhan secara sadis oleh orang-orang yang tidak dikenal (OTK) di Lewonu Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah yang terjadi pada Jumat pagi, 27 November 2020.
Inisiator Gerakan Satu Bangsa, Stefanus Gusma meminta agar negara dalam hal ini aparat hukum tidak boleh kalah melawan kelompok dan aktor kekerasan. Leluasanya ujaran kebencian yang beredar di media sosial dinilai merupakan bibit perpecahan dan aksi kekerasan yang perlu secepatnya dicegah penyebarannya.
“Di era yang cepat ini, ujaran kebencian dapat menyebar dalam hitungan detik dengan gampang bahkan gratis. Di sini negara tidak boleh kalah dengan gerakan kelompok-kelompok pemecah belah yang terus menyulut warga secara virtual maupun yang bergerak langsung di basis," ujar Gusma siaran pers Gerakan Satu Bangsa di Jakarta, Sabtu (28/11/2020).
Ujaran kebencian yang beredar dengan bebas di media sosial dinilai merupakan bibit perpecahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kewenangan negara untuk menghentikan segala upaya memecah belah kesatuan dirasakan sangat cukup untuk digunakan sebaik-baiknya.
“Bibit-bibit kebencian, kekerasan harus dihentikan sejak awal sebelum jauh mempengaruhi setiap komunitas. Ini gampang sekali menyulut kebencian, hanya dengan satu tautan di media sosial," ujarnya.
Menurut dia, tindakan kekerasan dan ujaran kebencian tidak semata-mata terjadi begitu saja. Aparat hukum diharapkan mampu secara cepat menyempitkan ruang gerak para pelaku maupun aktor di balik layar setiap tindakan kekerasan berbau SARA.
“Bukan tidak mungkin, ujaran kebencian, saling memaki terbuka, letupan-letupan kekerasan berbau SARA di beberapa daerah akhir-akhir ini adalah bentuk konsolidasi barisan-barisan berkepentingan yang sepaham dan seideologi untuk mengukur kekuatan kelompok mereka untuk tujuan tertentu,” ujar Dewan Pakar Pemuda Katolik ini.
Apalagi, lanjut Gusma, momentum pilkada di beberapa daerah menjadi sasaran empuk kelompok pemecah belah yang terus bertindak dengan ujaran kebencian dan tindak kekerasan untuk bergerak merusak kerukunan masyarakat.