Reklamasi Teluk Jakarta Dibatalkan, Singapura Tertawa
jpnn.com - JAKARTA - Pakar Teknologi Lingkungan dari Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali menilai alasan penghentian reklamasi Teluk Jakarta karena akan merusak lingkungan hidup terlalu berlebihan. Pasalnya, kerusakan lingkungan adalah konsekuensi tak terhindarkan dari pembangunan.
"Tetapi kerusakan itu bersifat sementara dan kita bisa meminimalisasi kerusakan tersebut melalui mitigasi," kata Firdaus, saat dihubungi wartawan, Rabu (10/8).
Karena itu, Firdaus membantah reklamasi Pulau G kalau diteruskan akan menghancurkan ekosistem di Teluk Jakarta seperti laporan Tim Terpadu Proyek Reklamasi Teluk Jakarta yang dibentuk pemerintah. "Sejak 60 tahun lalu banyak industri yang membuang limbahnya ke sungai-sungai yang ada dan semua limbah itu berakhir di Teluk Jakarta. Faktanya, sejak 15 tahun terakhir banyak ikan mati di Teluk Jakarta," ungkapnya.
Melihat fakta tersebut, dia justru optimistis dengan adanya reklamasi Teluk Jakarta akan kembali bersih. Contoh soal ini lanjutnya, Marina Bay di Singapura. Saat ini airnya sangat bersih. Begitu juga di negara maju lainnya seperti Tokyo, Shanghai, Dubai dan New York.
Mengenai alasan reklamasi akan mengganggu lalu lintas kapal nelayan juga tidak terlalu substantif. Masalah nelayan, kata dia, adalah persoalan sosial yang solusinya bisa dilakukan dengan dua cara.
Pertama, lingkungan sosial nelayan sangat kumuh dan kotor. Jika reklamasi dilakukan, para nelayan akan diprioritaskan untuk beralih profesi menjadi karyawan di sana. Kedua, jika mereka tetap memilih menjadi nelayan, maka akan dibangun kampung nelayan di beberapa lokasi, entah di Kamal Muara, Cilincing atau Muara Angke.
Untuk itu, Firdaus meminta Pemprov DKI Jakarta segera mengeluarkan rancangan pembangunan di Teluk Jakarta agar semua orang tahu.
"Kalau proyek ini dihentikan, yang tertawa adalah Singapura. Mereka tidak ingin Jakarta maju, karena kalau terjadi pembangunan di Teluk Jakarta maka otomatis tidak ada yang membeli properti mereka," pungkasnya.(fas/jpnn)