'Rencana Debat Bupati' Jadi Perdebatan
Senin, 20 Oktober 2008 – 12:20 WIB
''Andaipun debat itu nanti digelar, ditinjau dari aspek kewenangan, kapasitas dan obyektifitas, lalu siapa yang berwenang memfasilitasi perdebatan itu? Kalau pihak yang memfasilitasi debat berasal dari lembaga-lembaga negara, sebut saja misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pemerintahan (BPKP), Polri, jajaran kejaksaaan atau kehakiman, lantas sejauhmana lembaga-lembaga ini mempunyai kewenangan untuk itu, mengingat pembuktian kasus dugaan tindak pidana merupakan bagian dari kewenangan lembaga peradilan yang mekanisme dan tata kerjanya telah diatur oleh peraturan perundang-undangan,'' katanya.
Begitu pula sebaliknya, kalau yang memfasilitasi debat terbuka ini merupakan bagian dari Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, selain terbentur persoalan kewenangan yang tidak dimilikinya, juga obyektifitasnya dalam menjalankan proses dan membuat keputusan tentu akan sangat diragukan. Apalagi bila fasilitator debat terbuka berasal dari unsur birokrasi Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat. Tentunya akan semakin dipertanyakan obyektifitasnya. Soalnya, birokrasi merupakan subsistem dari Pemerintah Daerah (Pemda) yang secara administratif berada di bawah kendali kekuasaan bupati sebagai kepala daerah, sehingga tidak mungkin dapat diharapkan berlaku obyektif dan menjunjung tinggi rasa keadilan.
Ada setumpuk persoalan psikologis yang akan bergejolak di dalam diri birokrat yang akan menjadi fasilitator debat terbuka. Di samping itu, kelanjutan karir akan selalu menjadi pertimbangan jika dalam proses debat dengan sengaja ataupun tidak membuat suatu aksi yang dapat memojokkan bupati.