Repotnya Digoyang dari Dalam, Ditekan dari Luar
jpnn.com - Mereka tidak menggubris isi pidato Presiden Ma, dalam inauguration, Minggu pagi, 20 Mei 2012 lalu. Bahwa, orang nomor satu di Republic of China (ROC) ini membuka pintu lebar-lebar buat kelompok oposisi untuk bergandeng tangan, bekerjasama, membangun kejayaan dan kemajuan Taiwan.
Oposisi masih memandang, kata-kata maut presiden itu yang terpilih dua periode, 2008-2012 dan 2012-2016 itu hanya rayuan, dan retorika politik saja. Mereka menyebut, itu sebagai “pemadam kebakaran”, penyejuk kemarahan public atas segala kebijakan yang diambil presiden yang tidak popular di mata public.
Seperti diketahui, sejak terpilih secara demokratis dalam pilpres 14 Januari2012 itu, belum 100 hari, dan belum dilantik di second round, Presiden Ma sudah berani membuat keputusan ekonomi yang signifikan. Putusan yang membuat popularitasnya langsung ambles.
:TERKAIT Pertama, soal kenaikan tarif dasar listrik, dengan angka yang cukup serius, sekitar 20 persen. Kebutuhan listrik warga Taiwan di musim panas (summer), sangat besar, karena 24 jam harus menyalakan AC (air condition). AC itulah “biang pemakan” energi listrik terbesar setiap tahunnya.
Saat ini di Taiwan masih musim gugur, suku berkisar pada 20-25 derajad Celcius. Orang masih bisa mematikan AC dan lampu pada siang hari. Bulan depan –Juni-Juli-Agustus 2012—memasuki musim panas. Suhu di Taipei –Taiwan belahan utara-- bisa menembus 38-39 derajad. Di selatan bisa lebih panas lagi. Di situlah listrik menjadi energi yang vital dibutuhkan publik. Saat itulah, tagihan listrik itu “mencekik” leher warga.
Setelah tiga bulan misim panas, musim semi dan musim dingin datang. Lagi-lagi orang membutuhkan daya listrik yang besar untuk pemanas ruangan, karena suhu sub tropic, terutama di kawasan pegunungan, yang berada di belahan timur, bisa di bawah nol.
Kedua, Presiden Ma juga menaikkan tarif BBM (Bahan Bakar Minyak), baik premium maupun solar, sekitar 10 persen dari sebelumnya. Ongkos produksi jadi naik, harga barang-barang jadi naik, beban itu semua dipikul oleh rakyat terbesar di Negeri yang dibangun oleh Chiang Kai Shek itu.
Ketiga, protes itu juga dipicu oleh isu impor daging sapi dari AS. Keempat, demo itu berkembang lagi dengan tuntutan perluasan lapangan pekerjaan bagi warga Taiwan. Saat ini, semacam Departemen Tenagakerja Taiwan sudah menerapkan peraturan, bahwa perusahaan Taiwan itu maksimal hanya 30 persen pegawai atau karyawannya mengambil dari orang di luar Taiwan.