Reshuffle Kabinet Jauh Panggang dari Api
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia, Ismed Hasan Putro, menegaskan realitas di pasar saat ini tidak bisa dilepaskan dari harapan terhadap komitmen Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla dari awal memerintah.
"Itu awal dinamika yang belakangan ini muncul, tidak lepas dari gagasan, tawaran visi misi yang dikembangkan Jokowi-JK," ujar Ismed saat dikusi bertajuk "Kabinet Ribet Ekonomi Mampet", di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (22/8).
Ia menjelaskan, seiring dinamika global dan nasional, maka realitas pasar merespons kondusif ekonomi nasional. Ditambah lagi, penguatan konsolidasi politik Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih. Karenanya, pada awalnya pasar yakin bahwa awal pemerintahan sangat baik. Pasar berharap itu terjadi untuk jangka panjang sehingga kestabilan politik itu berdampak pada lompatan kinerja ekonomi.
Namun, dalam perjalannya pasar bertanya soal paradok komitmen pemerintah meningkatkan daya beli dan kenaikan harga bahan bakar minyak di tengah turunnya harga minyak dunia. Sebab, kata dia, ketika BBM naik implikasinya sektor rill terganggu. Daya beli karyawan kelas menengah yang dipengaruhi sektor rill terganggu. "Jadi kontradiksi antara komitmen pemerintah dengan realitas kehidupan ekonomi," kata Ismed.
Ismed melanjutkan, muncul perdebatan tak produktif di antara anggota kabinet. "Mulai tidak ada sinergi yang baik antara tim ekonomi (pemerintah) yang ada dengan tim pemerintah (di bidang) lainnya," ujar dia.
Nah, kata dia, ini menjadi efek bola salju yang membuat pasar mengambil sikap "wait and see". Menurutnya, pasar justru tak merespons karena bukan tim teknis yang diganti. Melainkan hanya menteri koordinator saja yang diganti. "Ini jauh panggang dari api. Rupanya, ini menambah deretan waktu yang panjang untuk menunggu. Padahal, pasar butuh waktu yang cepat," jelas Ismed.
Menurut dia, pergantian menko tak memberikan dampak apapun terhadap perekonomian. Bahkan, perekonomian semakin menurun. Nilai tukar rupiah terhadap dolar pun semakin lemah. Belum lagi terjadi devaluasi Yuan, membuat ekonomi semakin rumit. "Pasar pun bertanya, problemnya dimana?" katanya.
Sebenarnya, kata dia, pasar secara psikologis sudah menyiapkan antisipasi untuk menerima jika rupiah menembus angka Rp 15 ribu per 1 USD. Hal ini, kata dia, karena pasar melihat indikasi bukan hanya pada tim ekonomi yang belum solid.
Tapi, langkah strategis juga belum terlihat. Bahkan, pemerintah sering menantang pasar. Contohnya, Ismed menjelaskan, ketika rupiah menginjak angka Rp 13 ribu per 1 USD, Menteri Keuangan malah bilang kalau pun menembus angka Rp 14 ribu per 1 USD masih tenang. "Saat itu pelaku pasar respon karena pemerintah nantang. Akhirnya pun dollar tembus Rp 14 ribu, bahkan Rp 14.900," ujar Ismed.