Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor Mesti Disertai Penerapan Sanksi Tegas
jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) agar selaras dengan pertumbuhan ekspor dengan cadangan devisa.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan hal itu akan dilakukan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Tadi, arahan Bapak Presiden bahwa ekspor yang selama ini terus positif perlu diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Oleh karena itu, Bapak Presiden meminta agar PP 1/2019 tentang devisa hasil ekspor itu untuk diperbaiki,” kata Airlangga ynag juga Ketua Umum Partai Golkar itu.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Yusuf Wibisono mendukung langkah pemerintah untuk merevisi peraturan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Namun, dukungan ini dengan catatan sebagai berikut.
“Menambahkan sektor yang wajib membawa pulang DHE tidak hanya SDA. Namun, sektor lain juga termasuk manufaktur, itu sah-sah saja,” tegas Yusuf, Jumat (13/1/2023).
Namun, dia menegaskan tidak akan menyelesaikan masalah selama kebijakan devisai hasil ekspor hanya sekadar pencatatan DHE sudah ditempatkan di dalam negeri dengan sanksi yang cenderung ringan. Pada umumnya hanya sanksi administratif.
Menurut dia, banyak DHE yang tidak kembali ke Indonesia karena pengusaha menahan dolar mereka untuk berbagai hal.
“Pengusaha membutuhkan devisa untuk kebutuhan impor mereka, untuk membayar utang valas dan juga untuk antisipasi karena kekhawatiran atas ketidakpastian pasar valas, bahkan posisi hold dollar menjadi pilihan menguntungkan untuk spekulasi,” ujar Yusuf.