Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Revisi UU TNI & Polemik Prajurit Aktif di Jabatan Publik; Antara Kekhawatiran dan Aturan

Oleh Mayjen (Purn) TB Hasanuddin*

Senin, 03 Juni 2024 – 07:37 WIB
Revisi UU TNI & Polemik Prajurit Aktif di Jabatan Publik; Antara Kekhawatiran dan Aturan - JPNN.COM
Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com - Revisi atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang telah disetujui menjadi hak inisiatif DPR sedang menjadi polemik. Sorotan dari khalayak mengarah pada revisi atas Pasal 47 Ayat (2).

Ketentuan itu berbunyi prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Menurut pasal tersebut, prajurit aktif hanya dapat ditugaskan di 10 lembaga, yaitu: Kemenko Polhukam, Sekretaris Militer Presiden, Kementerian Pertahanan, Lembaga Sandi Negara, Badan Intelejen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), Basarnas , Wantanas, Lemhanas dan MA.

Namun, dalam draf revisi UU TNI ada penambahan frasa ‘kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden pada Pasal 47 Ayat (2)’.

Frasa tambahan di atas sebetulnya sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada. Ada beberapa alasan yang mendasari penulis berpendapat demikian.

Pertama, presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan plus sebagai penguasa tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (diatur dalam Pasal 10 UUD 1945).

Oleh karena itu, penempatan prajurit TNI aktif di kementerian/lembaga mana saja oleh presiden harus dimaknai sebagai pelaksanaan wewenang konstitusional yang sah.

Selain itu, kemampuan akademik para prajurit TNI saat ini juga sudah jauh berbeda dibandingkan 20-30 tahun yang lalu saat UU Nomor 34 Tahun 2004 dibentuk dan mulai diberlakukan.

Mayjen (Purn) TB Hasanuddin mengulas beleid dalam Revisi UU TNI soal penugasan prajurit aktif di jabatan publik. Apakah mengembalikan Dwifungsi ABRI?

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News