Revolusi Mental di Sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan
jpnn.com - DENGAN ancaman global perubahan iklim, kini semua pihak diajak mengambil peran untuk menyelamatkan hutan dan lingkungan. Karena ancaman terhadap lingkungan, sudah dirasakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Seperti seringnya terjadi bencana longsor, banjir dan lainnya.
Jika sebelumnya isu lingkungan hanya pada lingkup tekhnis seperti pencemaran dan laboratorium, maka kini persoalan lingkungan hidup dan kehutanan sudah lebih luas.
Terlebih lagi dengan adanya Nawacita, penyatuan dua Kementerian menjadi LHK, keberpihakan pada masyarakat desa hutan, keputusan Paris Agreement serta belajar dari kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2015.
''Diperlukan revolusi mental, karena persoalan lingkungan berhulu pada perilaku,'' kata Menteri LHK, Siti Nurbaya.
Menurutnya ada tiga tipe perilaku terhadap subyek lingkungan. Pertama, tidak mau memperhatikan. Kedua, hanya ikut-ikutan. Ketiga, voluntary atau menjadi pelaku advanced.
Karena itu LHK kini melakukan revolusi mental secara menyeluruh. Kinerja utamanya harus bisa terlihat pada 551 kawasan konservasi, 60 Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan 120 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
Untuk itu diperlukan kepastian dan penegakan hukum. Kegiatan prioritasnya bertujuan menghasilkan penegakan hukum yang berkualitas. Sementara di bidang kesehatan, berbagai kawasan di atas harus bisa dilindungi dari ancaman kebakaran, yang bisa berpengaruh pada kesehatan masyarakat.
Sementara pada program nasional bidang perumahan dan permukiman, relevansi KLHK akan dilihat dari pembangunan enam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik dan enam IPAL USK di 6 sungai. Selain itu 2.000 ha areal rehabilitasi hutan dan lahan di daerah tangkapan air, sempadan danau di 15 danau prioritas. Serta sempadan sungai di 15 DAS prioritas.