RI Jadi Tuan Rumah Pertemuan Negara Pemilik Spesies Terancam
jpnn.com, YOGYAKARTA - Indonesia memperoleh kepercayaan dari dunia internasional untuk menjadi tuan rumah Convention on International Trade in Endagered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) Tree Species Programme Regional Meeting tingkat Asia pertama. Event itu merupakan upaya untuk menggenjot konservasi atas kelestarian jenis tanaman yang terancam punah.
Kegiatan itu berlangsung di Yogyakarta pada 25-29 Juni 2018. Selain menjadi tuan rumah pertemuan CITES Tree Species Programme Regional Meeting, Indonesia juga dipercaya menjadi host Second Regional Workshop on the Management of Wild and Planted Agarwood Taxa.
CITES atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam punah merupakan perjanjian internasional antar-negara yang disusun berdasarkan resolusi World Conservation Union (IUCN). Kegiatan itu merupakan hasil kolaborasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Sekretariat CITES dan ITTO yang didanai Uni Eropa.
"Pertemuan CITES Tree Species Programme Regional Meeting for Asia ini bertujuan untuk meninjau perkembangan pelaksanaan CITES Tree Species Programme di regional Asia dan pelaksanaan proyek masing-masing negara,” tutur Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Indra Exploitasia saat membacakan sambutan pembukaan mewakili Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK/ (25/06/18).
Indra menambahkan, Second Regional Workshop on the Management of Wild and Planted Agarwood Taxa menjadi ajang bagi berbagai negara untuk berbagi pengalaman dalam pengelolaan populasi gaharu di alam, dan hutan tanaman, serta mencegah ekspoitasi berlebihan. Langkah itu juga untuk memastikan perdagangan legal gaharu tidak melebihi tingkat keberlanjutannya.
"Pertemuan ini penting bagi Indonesia, bukan saja untuk mengelola hutan lestari, namun untuk mencari keseimbangan antara konservasi, ekonomi dan kesejahteraan manusia, melalui perdagangan produk kayu dan turunannya," lanjutnya.
Indonesia memiliki pengalaman buruk terhadap aktivitas illegal logging atau pembalakan liar yang membuat pemerintah bersama Uni Eropa menginisiasi sistem verifikasi legalitas kayu pada tahun 2003. Kebijakan itu diimplementasikan sepuluh tahun setelah inisiasi.
Pertemuan itu juga bertujuan membentuk jaringan kolaborasi antar negara, baik dalam menjaga spesies tanaman, hingga penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan dan kehutanan. “Terutama perdagangan ilegal tanaman yang dilindungi dan yang bukan dari kawasan hutan lestari,” ujar Indra.