Riza Marlon, 20 Tahun Jadi Fotografer Spesialis Alam Liar Indonesia
Demi Bidik Cenderawasih, Tempuh 24 Jam Perjalanan NonstopSelasa, 11 Januari 2011 – 08:08 WIB
Jika berbicara konservasi, Riza pun memiliki kritik. Sebab, lembaga konservasi di Indonesia tidak memiliki basis penelitian yang kuat. Binatang yang dilindungi di setiap wilayah tidak terdata dengan baik. "Kalau kita ke Ujung Kulon, misalnya, tahun ini bilangnya 50 ekor, tahun depan 50 ekor. Berarti itu tidak diteliti," sebutnya.
Posisi itu sangat berbeda dengan kondisi konservasi di Afrika yang terorganisasi dengan baik. "Konservasi di Afrika itu well preserved dan well protected," kata Riza. Di Afrika, dengan adanya penelitian, binatang yang dilindungi bisa dipantau dan terdokumentasi lebih mudah. "Coba kita mau motret harimau Sumatera, kita tanya di mana, pasti mereka (lembaga konservasi) tidak tahu lokasinya," sindirnya.
Sampai saat ini, bapak dari Aga, 17, dan Cita, 15, itu menilai fotografer yang fokus menekuni dunia alam liar boleh jadi masih jarang. Ini karena pendapatan yang diperoleh memang tidak sebanyak dan tidak semudah dari fotografi komersial. "Sekarang saya populer, tapi belum tentu di kantong saya ada uang," ujarnya lantas tersenyum.