Rp 1 Triliun Berpotensi Hanya jadi Bancakan Elit Partai
Alasan lain, pengelolaan anggaran di partai menurut Uchok, sampai saat ini juga masih ditangani secara tradisional. Di mana penerimaan satu partai kebanyakan tidak tercatat dalam sistem akuntan keuangan partai. Kondisi ini dikhawatirkan menyebabkan uang APBN yang digelontorkan ke partai nantinya banyak masuk ke kantong elit-elit partai.
“Karena keuangan partai biasanya bisa dibelanjakan atas perintah elit-elit partai, dari pada mengikuti program yang sudah disepakati. Seharusnya partai itu didanai oleh rakyat, bukan oleh negara. Kalau negara yang membiayai partai, maka pemilik partai tetap dipegang oleh pemilik partai, dan akan menjadi warisan buat keturunannya. Yang enak pewaris partai dong, karena duitnya banyak, maka tidak akan suksesi dong,” katanya.
Alasan yang sama juga dikemukakan Uchok meski nantinya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga dilibatkan dalam mengaudit anggaran untuk partai.
“Apalagi ini dana partai, tidak berani BPK mempublikasi penyimpangannya. Karena orang-orang BPK itu juga orang-orang partai. Jadi tidak mungkin BPK berani mengungkap anggaran partai mereka. Istilahnya antara bus kota jangan saling mendahului,” kata Uchok.(gir/fas/jpnn)