Rukban, Kamp Kematian di Pinggiran Jordan
jpnn.com, DAMASKUS - Namanya Kamp Rukban. Sudah lebih dari dua tahun kamp di perbatasan Syria, Jordania, dan Iraq itu terisolasi. Pemerintah Syria dan Jordania menutup rapat akses ke area yang dihuni 50 ribu-65 ribu pengungsi tersebut. Kini warga cemas menantikan bantuan yang konon diberangkatkan dari Damaskus kemarin, Kamis (25/10).
"Mudah-mudahan kali ini benar," ujar Oqba Al Abdullah kepada Reuters. Kata bantuan bagaikan nada yang merdu di telinga Abdullah dan teman-temannya di kamp pengungsian itu. Sebab, mereka kali terakhir menerima bantuan berupa makanan dan obat-obatan pada Januari lalu.
Jika benar konvoi bantuan kemanusiaan tersebut sudah bertolak dari Damaskus kemarin, tidak sampai sepekan lagi kiriman itu akan tiba ke tangan para penghuni kamp.
"Musim dingin segera tiba," kata Abdel Fattah Al Khaled. Pengungsi yang kabur dari Palmyra tiga tahun lalu itu berharap bantuan tiba sebelum musim berganti.
Menurut The National, sekitar 15 orang meninggal sepanjang bulan ini. Dua di antaranya kanak-kanak.
Abdullah, Khaled, dan puluhan ribu pengungsi asal Syria tersebut terpaksa bertahan di Rukban karena tidak punya pilihan lain. Kamp yang disebut ilegal oleh pemerintah Jordania itu menjadi satu-satunya tempat mereka berlindung.
Padahal tidak ada petugas medis sama sekali di sana. Jadi, jangan bayangkan ada obat-obatan. Apalagi popok sekali pakai untuk bayi. "Nama kamp ini seharusnya Kamp yang Terlupakan atau Kamp Kematian," ucap Muhammad Hiyan, pemimpin Kamp Rukban. (sha/c22/hep)