Rumah dan Perahu Hancur, Nelayan Takut Melaut
jpnn.com - PARIAMAN - Cuaca ekstrem yang melanda sejumlah daerah di Sumbar sejak beberapa hari lalu hingga kemarin, memicu angin kencang dan gelombang tinggi. Akibatnya sejumlah rumah nelayan di Pantai Pasiapauh dan pantai Pasir Permai Desa Balainareh Pariaman, dihantam gelombang. Sedangkan di Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan, nelayan takut melaut.
Di Pasir Permai, Desa Balai Nareh Pariaman Utara Linda,35, salah seorang warga setempat menyebutkan rumahnya dihantam gelombang sekitar pukul 19.00, Rabu (9/10) malam. Saat itu ia baru selesai shalat Magrib, tiba-tiba terdengar hantaman gelombang disusul masuknya air dan pasir ke rumah.
Hal itu membuatnya panik. Hantaman gelombang datang bertubi-tubi. "ÂBiasanya, hantaman gelombang di saat cuaca ekstrem seperti ini hanya terjadi sesekali, namun hal ini tak berhenti-berhenti. Air laut tidak hanya membawa pasir, namun juga kayu-kayu sehingga kami menjadi takut,"Â ujarnya saat dikunjungi Padang Ekspres di rumahnya, kemarin.
Ketakutan serupa dirasakan Upik Yurnida, 31, yang lokasi rumahnya tak jauh dari rumah Linda. Hantaman gelombang pasang menyebabkan dapur rumah kupak dan dipenuhi pasir yang dibawa air. Ia juga mengkhawatirkan gelombang susulan yang lebih kuat lagi.
Ia menyebut, awalnya gelombang ini mulai datang setelah shalat Magrib, namun itu hanya membuat air tergenang. Kemudian pukul 22.00, datang gelombang susulan yang kuat hingga dapur rumah kupak. "ÂKami hanya bisa menangis dan ketakutan saat kejadian itu,"Â ujarnya.
Kepala Desa Balai Naras Ridwan A mengatakan, sejak kejadian sebelumnya, pihaknya sudah membuat permohonan pemasangan Batu Krib pemecah gelombang agar tidak menghantam rumah warga. "ÂPemerintah sudah datang ke lokasi setelah membuat permohonan bantuan. Namun setelah itu belum ada lagi kabarnya. Mungkin karena adanya pemilihan kepala daerah,"Â ujarnya.
Kepala BPBD Kota Pariaman Asrizal menyebutkan, peristiwa gelombang tinggi ini menghantam tiga desa yakni Pauh Barat, Balainareh dan Padang Birik-birik.
Namun rumah yang rusak akibat hantaman ini masuk kategori sedang hanya satu unit di Desa Balainareh. Sedangkan dua desa lainnya, tak ada kerusakan rumah, namun rumah digenangi pasir dan air laut. "ÂTadi pagi tim URC sudah bergerak dan membersihkan rumah-rumah warga yang terkena hantaman gelombang dan masuk pasir,"Â ujarnya.
Untuk jaga-jaga, BPBD mendirikan tenda di Kantor Desa Balainareh dan Kantor Desa Pauh Barat. Sejumlah warga memang sempat diungsikan ke tenda darurat kemarin malam, tapi sudah kembali ke rumah masing-masing kemarin. Untuk Padangbirik-birik, memang tak ada tenda, karena kondisinya hanya genangan air dan tidak masuk ke dalam rumah warga.
Sementara di Pessel, hujan lebat disertai gelombang tinggi sepanjang kemarin, membuat sejumlah nelayan urung melaut. Syafri 46, warga Balai Akek, Kenagarian Kapuh, Kecamatan Koto XI Tarusan, merupakan satu nelayan yang merasakan dampak gelombang tinggi itu. Perahu yang dipakainya sehari-hari untuk menjaring udang, rusak dan tidak bisa dipergunakan lagi. Sebagian perahunya bolong dan patah. Ayah 3 anak itu tidak tahu bagaimana memperbaiki biduknya. Karena saat ini dia tidak memiliki uang, sedangkan dapur rumahnya harus tetap berasap dan 2 orang anaknya harus terus bersekolah dan memiliki banyak kebutuhan.
Zulfahmi, 49, juga mengalami hal sama. Perahunya hancur, sebagian kayu dan papannya patah dan bocor. Syafri dan Zulfahmi serta nelayan lainnya berharap perhatian pemerintah untuk membantu perbaikan perahu tersebut.