Rupiah Lemah, BUMN Harus Kurangi Utang Valas
jpnn.com - JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai pelemahan rupiah masih dalam taraf wajar. Apalagi, lanjut dia, pelemahan rupiah justru merupakan mekanisme untuk mendorong ekspor dan mengerem impor.
"Jadi tidak ada soal. (pelemahan rupiah) itu mekanisme mengurangi defisit (neraca perdagangan)," ujarnya di Kantor Wakil Presiden kemarin (15/12).
Terkait potensi tersedotnya cadangan devisa yang digunakan mengintervensi pasar untuk meredam pelemahan rupiah, JK menampiknya. Menurut dia, pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) tidak perlu melakukan intervensi berlebihan, sehingga harus mengorbankan cadangan devisa.
"Jangan pakai devisa banyak-banyak (untuk intervensi), nanti kita dipermaikan spekulan (pasar valas)," katanya.
Senada dengan JK, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno juga tidak akan meminta perusahaan pelat merah di sektor perbankan untuk melakukan intervensi pasar, misal dengan menggelontorkan stok dolar AS ke pasar untuk meredam pelemahan rupiah.
"Kami serahkan ke mekanisme pasar dan kami percaya BI akan mengambil langkah yang diperlukan (untuk stabilisasi rupiah)," ucapnya.
Namun, Rini akan meminta BUMN untuk mengevaluasi kembali utang-utang dalam denominasi valuta asing (valas). Dia mengakui, salah satu faktor menguatnya dolar AS adalah tingginya kebutuhan di dalam negeri, sementara pasokan terbatas. "Karena itu, saya minta BUMN untuk mengurangi utang valas," ujarnya.
Salah satu penyebab pekemahan rupiah adalah korporasi termasuk BUMN, tengah memborong dolar AS untuk keperluan membayar cicilan utang valas mereka di akhir tahun.