Rupiah Semakin Tertekan
Tembus Level Psikologis Rp 12.000 Per USDDengan demikian, defisit transaksi berjalan pun diproyeksi membaik. "Jadi, secara fundamental, saya yakin depresiasi saat ini bersifat temporer saja sehingga ada potensi rupiah kembali menguat," tegasnya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan, pelemahan rupiah yang mencapai 12.000 per USD dipicu kondisi eksternal. Yakni, kondisi geopolitik di Iraq.
Sementara itu, di dalam negeri ada tekanan dari defisit transaksi berjalan dan investor menunggu hasil pilpres 9 Juli mendatang. "Setelah pilpres, kami harap situasi lebih baik dan perdagangan bisa lebih baik pada Mei 2014," katanya kemarin (24/6).
Ke depan, rupiah diprediksi sulit kembali ke rentang di bawah 11.000 per USD. Dalam rapat Badan Anggaran DPR yang membahas RAPBN 2015, BI memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap USD tahun depan berkisar 11.900"12.100. "Perkiraan tersebut sudah menghitung sejumlah risiko perekonomian, baik eksternal maupun internal," jelas Agus.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menambahkan, pasar keuangan di dalam negeri yang tidak terlalu dalam membuat rupiah akan sangat sensitif terhadap berbagai sentimen negatif, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun, menurut dia, sebetulnya BI nyaman dengan situasi rupiah di kisaran 11.400"11.800 per USD.
Tetapi, masih adanya ancaman defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan mengharuskan rupiah dijaga agar lebih kompetitif bagi ekspor sehingga bisa mengurangi impor. "Jadi, rupiah yang sedikit under value itu lebih baik dalam situasi saat ini," tegasnya.
Di sisi lain, tekanan terhadap rupiah saat ini juga tidak terlepas dari besarnya permintaan valuta asing (valas), khususnya untuk pembelian korporasi dan ritel serta pembayaran utang luar negeri.
Adanya kesepahaman mengenai lindung nilai (hedging) valas untuk badan usaha milik negara (BUMN) yang telah disepakati sebagai kegiatan yang tidak merugikan negara juga diharapkan bisa berdampak positif bagi stabilitas nilai tukar rupiah. "BI tetap ada di pasar untuk menjaga supaya volatilitas tidak terlalu tinggi," katanya. (owi/gal/c5/sof)