Rusia, Ukraina, dan Sepak Bola
Oleh: Dhimam Abror DjuraidDiplomasi olahraga terbukti jauh lebih efektif dan efisien dalam menjatuhkan sanksi terhadap negara yang dianggap melanggar kedaulatan negara lain, seperti yang dilakukan oleh Rusia yang menginvasi Ukraina.
Boikot dan pencabutan sponsorship akan membuat Rusia babak belur. Jaringan kapitalisme global melalui klub-klub olahraga--yang sudah menjadi perusahaan trans-nasional--terbukti punya kekuatan yang lebih nyata ketimbang negara.
Dunia olahraga langsung melawan balik invasi Rusia dengan mencabut segala hak dan privilese Rusia sebagai tuan rumah event-event bergengsi. UEFA langsung mencabut hak Rusia untuk menggelar final Liga Champions 2022 di Saint Petersburg dan memindahkannya ke Stade de France, Prancis.
Balapan Formula 1 (F1) juga mengumumkan pembatalan GP Rusia di Sochi yang dijadwalkan pada 23-25 September 2022. Pencekalan juga dilakukan oleh Euroleague (Liga Bola Basket Eropa) dan EHF (Federasi Bola Tangan Eropa) yang melarang laga-laga internasional digelar di Rusia.
Pukulan telak dilakukan oleh Manchester United yang langsung menghentikan kerja sama dengan maskapai penerbangan Rusia Aeroflot yang telah terjalin sejak 2013.
Sementara itu, klub sepak bola Jerman Jerman Schalke 04 mencabut logo Gazprom dari jersey-nya. UEFA juga menghentikan kontrak dengan Gazprom, perusahaan energi raksasa BUMN Rusia.
Gazprom terikat erat dengan politik sepak bola Eropa lewat sosok Alexander Valeryevich Dyuko yang menjadi Chairman Gazprom Neft, anak perusahaan Gazprom yang bekerja di bidang minyak.
Dyuko juga menjadi presiden Federasi Sepak Bola Rusia pada 2019 dan terpilih kembali pada 2021. Ini menunjukkan hubungan oligarki antara sepak bola dan politik di Rusia.