RUU Baru Ancam Kebebasan Warga dan Media Rusia
Legislator United Russia Party Andrei Klishas adalah aktor di balik pembuatan RUU yang kontroversial itu. Dia satu partai dengan Putin.
Klishas menegaskan bahwa tujuan RUU itu bukan untuk menyensor kritikan. Tapi, lebih pada mendorong rakyat menghormati pemerintah karena mereka layak dihormati.
Tidak semua pejabat pemerintah dan anggota parlemen setuju. Wakil Menteri Komunikasi Rusia Alexei Volin menegaskan bahwa salah satu tugas lembaga pemerintah adalah mendengar kritik atas pekerjaan yang telah mereka lakukan.
Setali tiga uang, anggota parlemen dari Liberal Democratic Party of Russia (LDPR) Sergei Ivanov berpendapat hampir sama.
"Jika kita berhenti memanggil orang bodoh sebagai orang bodoh, dia tidak akan berhenti menjadi orang bodoh," kritik Ivanov. Padahal, biasanya LDPR mendukung Putin.
Kremlin, tampaknya, tak hanya ingin membungkam penduduk, tapi juga media. Sehari sebelumnya Duma juga menyetujui RUU yang memberikan kewenangan bagi otoritas yang ditunjuk untuk memblokir website yang memublikasikan fake news dan hal-hal yang dianggap sebagai penghinaan.
Akan ada pengawas media yang memonitor fake news. Mereka akan meminta berita yang dianggap melanggar untuk dihapus. Jika tidak menurut, baru diblokir. Denda untuk pelanggaran tersebut cukup besar. Yaitu, mencapai RUB 1,5 juta atau setara Rp 321,9 juta. Itu dilakukan jika berita bohong yang menyebar bisa memicu kerusuhan maupun kematian.
Putin memang dikenal sangat sensitif terhadap hal-hal yang dianggap menghinanya. Awal dia menjabat presiden pada 2000, acara televisi berjudul Kukly yang disiarkan stasiun televisi NTV menjadi sasaran. Di salah satu episodenya, Putin digambarkan sebagai iblis. Dalam hitungan bulan, NTV diakuisisi pemerintah. (sha/c10/dos)