RUU HIP Jadi Topik Panas Pertemuan HNW dengan Masyarakat
Hidayat menambahkan agar sesuai dengan Pancasila yang final disahkan pada 18 Agustus 1945, maka TriSila dan Ekasila harus dihapus dari RUU HIP.
“Tetapi mayoritas fraksi tidak mengindahkan kritik dan saran FPKS tersebut. Sehingga wajar bila FPKS secara formal memutuskan untuk tidak ikut menandatangani pengusulan RUU HIP ke rapat paripurna DPR,” kata Hidayat menambahkan.
Sebenarnya, kata Hidayat bukan hanya PKS yang menolak RUU HIP. Ada juga Partai Demokrat yang menolak RUU yang diusulkan PDI Perjuangan itu.
Sementara PPP dan PAN juga mengusulkan agar TAP MPRS itu dimasukkan ke dalam RUU HIP. “Namun, dalam dokumen resmi di DPR, yang menolak tanda tangan pengusulan RUU HIP ke rapat paripurna DPR faktanya memang hanyalah FPKS dan Fraksi Partai Demokrat,” kata Hidayat lagi.
Pasca demonstrasi besar-besaran ANAK (Aliansi Nasional Anti Komunis) NKRI di depan gedung DPRRI, menurut Hidayat posisi politik saat ini adalah, seluruh fraksi di DPR RI setuju agar mengakomodasi memasukkan TAP MPRS XXV/1966 ke dalam konsideran Mengingat dalam RUU HIP dan untuk menghapus Trisila dan Ekasila dari RUU HIP.
“Walaupun itu masih dalam pernyataan lisan/verbal, belum menjadi keputusan formal mayoritas fraksi,” ujarnya.
Penolakan terhadap RUU HIP kata Hidayat, bukan hanya menjadi isu dari Partai Islam. Tetapi juga concern dari Partai Nasionalis. Bukan hanya dari Ormas-Ormas Islam tapi juga Kristiani, Hindu, Budha bahkan Ormas non keAgamaan.
Seperti, Pemuda Pancasila dan Legiun Veteran RI. Jadi, penolakan terhadap RUU HIP, menurut Hidayat bukan isu kebangkitan kanan, tapi kebangkitan nasional.