RUU Perampasan Aset dan Pembuktian Terbalik: Menanti Kaesang & PSI Melawan Korupsi
Oleh: Genta RomantikaKorupsi bisa terjadi karena agen (pemerintah atau pejabat) menggunakan kekuasaannya untuk memperoleh keuntungan pribadi, yang mendorong perlunya regulasi seperti RUU perampasan aset untuk mengambil kembali aset yang diduga diperoleh secara koruptif.
Sedangkan RUU pembuktian terbalik bisa menjadi alat untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dengan memudahkan proses hukum dalam menuntut pelaku korupsi.
Sebabnya, mendukung RUU perampasan aset merupakan langkah penting dalam memerangi korupsi, dengan mencatat bahwa hal itu bisa menjadi peringatan bagi para pelaku korupsi bahwa mereka tidak akan bisa menikmati hasil dari perbuatan mereka.
Argumen yang dibangun oleh pakar hukum tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih, dalam artikelnya “Tiap Ada Korupsi, Pasti Ada Pencucian Uang,” juga menunjukkan bahwa RUU Pemberatasan Aset dapat dijadikan sebagai medium untuk melakukan pembuktian terbalik terhadap pelaku korupsi serta bisa membantu meningkatkan efektivitas hukum dalam menangani kasus korupsi dengan memperkuat posisi penegak hukum untuk membuktikan tindak pidana korupsi.
RUU perampasan aset menjadi penting dalam pemberantasan korupsi karena memungkinkan pengambilan kembali aset yang diperoleh secara koruptif.
Hal ini sesuai dengan prinsip hukum bahwa aset yang dihasilkan dari tindakan yang melanggar hukum harus disita.
Sementara RUU pembuktian terbalik dapat memudahkan proses hukum dengan menempatkan beban pembuktian pada terdakwa korupsi. RUU pembuktian terbalik menjadi tambahan penting dalam alat-alat hukum pemberantasan korupsi.
Dengan membalikkan beban pembuktian dari jaksa ke terdakwa, RUU ini dapat mempercepat proses hukum. Dalam konteks korupsi, di mana terkadang sulit untuk mengumpulkan bukti yang cukup, pembuktian terbalik dapat menjadi instrumen efektif untuk menghadirkan keadilan dengan lebih cepat.