RUU Pilkada Dikecam Jelang Pengesahan
"Bagaimana mungkin ketika kita sudah mempraktekkan pemilihan langsung oleh rakyat selama sembilan tahun, lalu kemudian mau dibalikkan kepada pemilihan secara tidak langsung. Berarti itu kan kita sudah bergerak ke depan, memberikan tafsir yang lebih benar kepada pengertian konstitusi lalu kemudian mau ditarik lagi, nah ini menurut saya tidak sah," pungkasnya.
Di tempat yang sama, pakar pemilu FH Universitas Diponegoro (Undip) Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa pemilu untuk memilih wakil kepala daerah secara langsung merupakan sarana membangun basis legitimasi bagi kepala daerah.
"Mengingat bahwa anggota DPRD dipilih langsung oleh rakyat, untuk mengimbangi basis legitimasi DPRD maka sudah seharusnya basis legitimasi kepala daerah juga dibangun lewat pemilu," kata Hasyim.
Hasyim khawatir, kepala daerah yang dipilih oleh DPRD akan menciptakan instabilitas politik dan mengarah kepada sistem politik presidensil ke parlementer.
"Untuk menghindari konflik politik antara kepala daerah dan DPRD yang berkepanjangan, dan untuk menjaga kestabilan politik pemerintahan daerah,maka sudah seharusnya kepala daerah dipilih secara langsung," terangnya.
Saat ini, DPR dan pemerintah masih membahas soal mekanisme Pilkada. Pendapat fraksi-frkasi di DPR pun terpecah. Fraksi yang setuju dengan mekanisme Pilkada tidak langsung atau dipilih oleh DPRD, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di antaranya Partai Demokrat, Golkar, PAN, PPP, Gerindra, PKB, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sementara pemerintah yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memilih Pilkada dilaksanakan secara langsung. (dod)