Saat 90 Juta Orang Marah Bersama
Tapi, ahli dari Barat sudah beberapa kali salah dalam menilai Tiongkok. Dulu pun sudah ada yang meramalkan bahwa ekonomi Tiongkok akan ambruk setelah Olimpiade Beijing. Ternyata tidak terbukti.
Kini pun meleset. Krisis saham Kamis lalu itu ternyata hanya krisis satu hari. Tiongkok belakangan ini memang lagi melakukan transformasi ekonomi. Meningkatnya upah buruh yang begitu drastis di Tiongkok disadari akan membuat biaya produksi naik. Ekspornya tidak akan sekuat dulu lagi. Tiongkok kini berada dalam proses mengubah orientasi ekonominya dari ekspor menuju ke kekuatan pasar dalam negeri.
Untuk itu, pemerintah terus mendorong agar rakyatnya mau berbelanja. Jangan terus-menerus hanya menabung. Karena itu, bunga tabungan di Tiongkok dibuat sangat rendah. Untuk deposito tiga bulan, bunga hanya 1,8 persen setahun. Bunga itu lebih rendah daripada angka inflasi yang tahun lalu mencapai 2 persen. Berarti, siapa yang menabung akan tergerus nilai uangnya.
Pemerintah Tiongkok punya konsep holistis untuk menaikkan kekayaan rakyatnya sekaligus menggerakkan ekonominya. Caranya: Rakyat didorong untuk membeli properti. Kredit disediakan sampai 30 tahun dengan bunga hanya 3 persen. Properti laris. Bisnis properti berkembang pesat. Tenaga kerja terserap dalam jumlah besar. Industri yang terkait dengan perumahan berkembang.
Dari pembelian properti itu, keuntungan rakyatnya bisa mencapai 50 persen per tahun. Bahkan lebih. Daripada hanya 1,8 persen kalau ditabung di deposito.
Lama-lama bisnis properti jenuh. Pertambahan kekayaan melalui properti sudah tidak sebaik dulu lagi. Harus dicari cara lain yang lebih baru. Pertanyaan: Lewat jalan apa uang rakyatnya itu bisa dikembangkan berkali lipat?
Ditemukanlah jalan ini: pasar modal. Rakyat didorong untuk membeli saham di pasar modal. Awal tahun lalu gerakan beli saham itu dipompakan oleh pemerintah. Dalam waktu sekejap, jumlah orang yang membeli saham di pasar modal mencapai 90 juta. Begitu meriahnya pasar modal sampai-sampai ada yang menggambarkan rakyat Tiongkok ibarat lagi demam beli lotre. Dengan bunga deposito yang hanya 1,8 persen, orang memilih menyimpan uangnya dalam bentuk saham. Keuntungannya bisa berlipat. Rata-rata bisa 90 persen setahun. Bandingkan dengan saham di India yang rata-rata hanya memberi gain 17 persen.
Akhir tahun lalu harga saham pun melejit gila-gilaan. Demam beli saham kian menggila. Dalam setahun harga saham naik hampir 100 persen. Bagi yang tepat memilih saham, uangnya pun menjadi berlipat. Pasar modal begitu meriah di Shanghai dan Shenzhen. Sepuluh persen rakyat Tiongkok yang dewasa terjun ke pasar modal. Bandingkan dengan India yang hanya 1 persen.