Safari Nanjing
Oleh: Dahlan Iskan"Tidak usah terpisah. Boleh jadi satu meja," ujar sang Imam sambil minta para mahasiswi bergabung di meja mahasiswa.
Sepuluh menit sebelum waktu berbuka, kursi-kursi di seputar meja ruang bawah itu sudah penuh. Lalu Imam tersebut mengajar mereka untuk mengucapkan beberapa kalimat dalam bahasa Arab. Agar ditirukan serentak dengan keras.
Misalnya kata Assalamu'alaikum. Diulangi sampai 10 kali. Lalu kata Waalaikum salam. Juga sepuluh kali. Ada lagi kata ashadualla ilaha illallah wa ashhadu. Kalimat itu diulang-ulang oleh para jemaah. Dengan suara keras. Banyak kali. Lalu lanjutan sahadat itu.
Ketika semua hafalan itu diajarkan, beberapa wanita berjilbab mengisi meja dengan kurma. Juga dengan buah stroberi menor-menor. Lalu minuman botol.
Itulah takjil yang bisa dimakan. Kami juga mulai makan di halaman belakang. Tanpa melihat agama kami.
Setelah itu semua naik ke lantai atas. Kecuali di antara kami yang bukan Islam. Saya lihat mulai banyak juga mahasiswa asing yang bergabung. Ada dari India. Bangladesh. Pakistan. Iraq.
Saya sudah terbiasa berjamaah dengan aliran mazhab Hanafi. Juga sudah biasa salat di masjid di berbagai kota di Tiongkok. Selalu ada yang azan di halaman masjid. Tanpa pengeras suara.
Saat azan itu berkumandang imam sudah duduk di tempatnya. Demikian juga wakil imam. Sudah duduk baris di belakang imam.