Said Abdullah: RAPBN 2025 Akan Menjembatani Dua Pemerintahan
“Berbagai persoalan ini sudah kita bincangkan sudah lama sekali. Namun seolah belum cukup energi untuk keluar sepenuhnya dari persoalan ini,” ujar Said.
Dia menyebut pertumbuhan ekonomi selalu bergantung pada konsumsi domestik. Bahkan konsumsi domestik sebagai tempat gantungan perekonomian itupun terancam menurun, seiring dengan turunnya kelas menengah Indonesia.
“Sejak enam tahun lalu, jumlah kelas menengah kita turun 8 juta jiwa. Padahal merekalah sebenarnya kelas penggerak konsumsi domestik,” ujar Said.
Menurut Said, pimpinan Banggar DPR mendorong pemerintah lebih progresif menyelesaikan berbagai persoalan struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Mengacu pada dokumen Visi Indonesia 2045, dibutuhkan tingkat pertumbuhan ekonomi 5,4 persen. Asumsi ini sesungguhnya di level moderat, kalaulah kita belum melangkah hingga 6 persen,” ujar Said.
Dia mengaatakan kita membutuhkan sejumlah modal penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4, strateginya, konsumsi domestik harus dijaga dengan inflasi yang terjaga rendah, investasi yang menopang pembukaan lapangan kerja baru, serta memberikan nilai tambah atas produk ekspor.
Setidaknya kita membutuhkan kontribusi investasi minimal 1,5 persen, dan ekspor 0,5 persen sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi tiap tahun. Dengan demikian tulang punggung permintaan bukan hanya konsumsi domestik.
Dia mengatakan persoalan nilai tukar rupiah selama ini juga selalu membuat kita pening. Grafik transaksi kurs kita dalam jangka panjang cenderung melemah. Pada tahun 2025 pemerintah mengusulkan kurs Rp 16.100/USD.