Said: Revisi UU Antiterorisme Bukan Soal Setuju Tak Setuju
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin mengatakan cara terbaik mempertemukan kubu oposisi dengan pendukung pemerintah dalam pemberantasan terorisme yaitu lewat DPR.
"Jalurnya, tentu saja lewat undang-undang (pembahasan revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme). Saya kira di situ spirit dari dua kutub yang ada sekarang bisa bertemu," ujar Said kepada JPNN, Minggu (20/5).
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) ini optimistis, jika tujuannya untuk melindungi negara dari ancaman terorisme maka perbedaan pandangan yang muncul dalam pembahasan revisi UU 15/2003 bukan lagi terkait setuju atau tidak setuju.
Said meyakini, perdebatan yang mengemuka karena masing-masing pihak menginginkan hal yang terbaik demi NKRI terbebas dari aksi-aksi terorisme.
"Jadi intinya, semua pihak saya kira tegas mengecam terorisme. Nah, di saat yang sama masing-masing pihak juga tak boleh menggunakan isu terorisme menyerang pihak lain. Kalau ini yang terjadi, pemilu dalam keadaan bahaya," katanya.
Di sinilah, kata Said kemudian, pentingnya kedewasaan dari masing-masing pihak untuk menahan diri. Karena jika tidak, isu terorisme tidak berkembang mengakibatkan munculnya permasalahan baru di Indonesia.
"Bicara terorisme, itu kan terkesan dikaitkan dengan Islam. Padahal Islam tak pernah mengajarkan kekerasan. Nah, orang Islam ketika disinggung agamanya, tentu bisa bereaksi keras. Makanya saya pikir semua pihak penting menahan diri," pungkas Said.(gir/jpnn)