Saksi Sebut BPS Tak Berwenang Menyimpulkan Inflasi Minyak Goreng, Itu Urusan Pemerintah
“Kami tidak pernah judge inflasi kita kecil atau rendah. Kalau ada yang bilang inflasi kecil, itu bukan dari kami,” kata dia.
Sementara itu, penasihat hukum Komisaris Wilmar Nabati Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang mengatakan kesaksian pertama dari pasar menyebutkan mulai November harga minyak goreng sudah mencapai Rp 17.600 dan BPS juga membenarkan.
“Kenyataannya saat itu tidak langka, namun begitu ditetapkan pemerintah dengan Permendag 6 tahun 2022 HET, langsung minyak goreng langka. Karena apa? Di masyarakat mulai terjadi penimbunan untuk mencari keuntungan dan spekulan-spekulan. Kemudian pada Maret, HET dicabut, Permendag Nomor 6 dicabut, langsung membanjiri pasar,” ujarnya.
Menurut Juniver dapat disimpulkan kelangkaan itu adalah karena pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi.
“Jadi, karena kebijakan, bukan karena produsen yang melakukan ekspor berlebihan. Saksi dari PT POS juga tidak menyebut ada kerugian negara, saksi itu bilang BLT itu program pemerintah untuk sembako, termasuk salah satunya migor. Program itu ditetapkan Mensos dalam DIPA sejak 2021,” kata Juniver.
Juniver menyebut tidak ada kerugian negara yang terjadi, karena kebijakan itu adalah kewajiban pemerintah untuk menanggulangi permasalahan di masyarakat.
Juniver juga menanggapi kesaksian BPS yang mengklarifikasi minyak goreng menyebabkan inflasi.
“Padahal mulai Januari sampai Maret, inflasi itu malah signifikan dan tidak mengganggu perekonomian dan sehat. Jaksa bilang terganggu, ternyata data BPS hanya 0,19 persen, seharusnya 1,29 berarti, kan, digitnya di bawah. Malah harga komoditas lain yang membuat situasi tidak normal,” kata dia.