Saksi Sebut Subsidi Pemerintah Tak Bisa Bendung Harga Keekonomian CPO
jpnn.com, JAKARTA - Fungsional Analis Perdagangan Direktorat Jenderal Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra mengatakan pemerintah telah berusaha keras untuk memastikan ketersediaan harga minyak goreng di pasaran sesuai dengan ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Dia mengatakan HET yang ditetapkan jauh selisihnya dari harga keekonomian yang sesungguhnya. Ujungnya, pelaku usaha jadi merugi.
Hal itu disampaikan Indra saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya di Pengadilan Tipikor DKI Jakarta, Selasa (11/9).
Menurut Indra, pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sudah menyiapkan anggaran untuk menyubsidi harga CPO.
"Minyak jenis apa pun merek apa pun harus dijual dengan harga Rp 14 ribu, di mana harga keekonomiannya sekitar Rp 17.260 sehingga nanti yang akan dibayarkan oleh BPDPKS adalah selisih dari harga keekonomian dikurangi HET," ucap Indra.
Kebijakan ini tak bertahan lama. Sebab, harga CPO semakin naik. Dana yang disiapkan BPDPKS sekitar Rp7,6 triliun tidak sanggup bila harus membayar selisih harga minyak goreng ini.
Untuk mengantisipasi adanya kelangkaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPBDPKS.
Terlebih, saat itu harga minyak goreng telah menyentuh harga Rp 18 ribu hingga Rp 19 ribu. Kemudian, pemerintah meminta para pelaku usaha untuk menjual minyak goreng kemasan dengan harga Rp 14 ribu, sementara harga minyak goreng telah menyentuh Rp 17.260.