Sang 'Profesor' Menyesal tak Bisa Berbahasa Inggris
Mantap dengan alasannya, Lasiyo lantas meminta restu lurah setempat. Tujuannya, pengadaan bibit pohon pisangnya bisa difasilitasi.
Kebetulan pula, ada dana yang dialokasikan untuk membangun daerah-daerah yang menjadi korban gempa. Saat itu, untuk satu bibit, kelurahan memberikan bantuan Rp 5.000.
Meski tidak memiliki keahlian di bidang tanaman pisang, Lasiyo nekat mempromosikan gerakan tanam pisang itu kepada warga dusun. Memang tidak banyak varietas pisang yang ditawarkan ke warga.
Misalnya pisang pulut, klutuk, kepok, ambon, byok, raja, dan uter. ”Dulu istilahnya sak olehe (sedapatnya saja, Red),” kenangnya.
Untung, niat baiknya tersebut disambut antusias oleh warga. Satu demi satu KK menyeriusi tanaman pisang di halaman rumah masing-masing. Untuk memudahkan koordinasi dan konsolidasi, warga kemudian membentuk kelompok tani (poktan) yang dinamai Puspita Hati.
Poktan itu berperan mencarikan jalan keluar bagi masalah-masalah yang terjadi di lapangan. Mulai soal hama, pemupukan, hingga pemasaran pisang setelah dipanen.
Dalam masalah pemberantasan hama, sepak terjang Lasiyo patut diacungi jempol. Sebab, dialah yang memelopori pembuatan obat khusus hama dari berbagai ramuan organik.
Selain bisa membasmi hama, ramuan tersebut mampu menggenjot kualitas pisang yang dihasilkan.