Santoso Tewas, Sepupunya di Magelang: Sudah Jatahnya
jpnn.com - MAGELANG - Petualangan Santoso akhirnya berakhir pada Senin lalu (18/7). Pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) itu tewas tertembus peluru raider Kostrad TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala.
Tewasnya Santoso pun sudah direlakan keluarganya di Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang. Ahmad Basri (43) yang juga sepupu Santoso mengaku ikhlas dengan matinya buron nomor wahid di Indonesia itu.
“Saya sudah ikhlas saja. Sudah jatahnya,” katanya seperti dikutip Radar Kedu (Jawa Pos Group).
Basri menuturkan, Santoso merupakan putra dari almarhum Irsan dan Rumiyah. Orang tua dari Basri merupakan saudara kandung dari salah satu orang tua Santoso.
Basri mengaku jarang berkomunikasi dan sudah lama tak bertemu dengan Santoso. “Terakhir ketemu saat ia pulang ke sini pada 1998. Setelah itu tidak pernah bertemu,” jelasnya.
Orang tua Santoso merupakan warga asli Kaliangkrik. Mereka memutuskan bertransmigrasi ke Palu, Sulawesi pada 1970. “Saat itu, orang tuanya tengah mengandung kakak perempuan Santoso,” ujarnya.
Saat orang tua Santoso ber transmigrasi ke Sulawesi pada 1970, Basri mengaku belum lahir. Dengan begitu, ia tidak mengetahui secara pasti kehidupan Santoso sejak kecil.
Ia mengetahui Santoso dan bertemu langsung saat pria yang punya nama lain Abu Wardah itu pulang ke Kaliangkrik pada 1998. Saat itu Santoso pulang untuk menjual tanah orang tuanya. Lahan seluas 9×6 meter milik ayah Santoso itu laku dijual Rp 1,5 juta.