Saran Pengamat, Presiden Terpilih Harus Naikkan BBM
“Saya prediksi bahwa ribut dan ribetnya hanya sampai tahun kedua saja. Selebihnya pemerintah akan berjalan smooth, dan beban subsidi di APBN tak lebih dari Rp 100 triliun saja,” ujarnya.
Kodrat Wibowo, ekonom dari Universitas Padjajaran, sependapat bahwa memang subsidi BBM dikurangi dengan jalan menaikkan harga BBM. Saat ini dibutuhkan keberanian bersikap para calon presiden (capres) terkait masalah subsidi BBM ini.
Menurut dia, dalam kondisi seperti itu, pertimbangan kebijakan populis atau tidak populis, tidak menjadi penting lagi. Pasalnya, masyarakat sudah jenuh dengan masalah subsidi ini yang tampaknya menjadi penyakit tahunan tanpa solusi yang cerdas dan elegan.
Salah satu alternatif kebijakan subsidi BBM yang dinilai Kodrat cukup elegan yakni dengan menetapkan nilai besaran subsidi secara fix dengan harga BBM premium di angka tertentu.
Misalnya, besaran subsidi BBM untuk tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp 100 triliun dengan harga Rp 6500 untuk BBM premium. Patokan premium dipakai, kata Kodrat, karena premium yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Di sisi lain, masyarakat sangat sulit berpindah pemakaian BBM dari premium ke pertamax.
Dijelaskan, setelah ditetapkan besaran subsidi, nantinya pemerintah tinggal memonitoring fluktuasi harga minyak mentah dunia. Jika ternyata, harga minyak mentah dunia tidak sampai menyentuh level di atas US$ 100 per barrel, berarti pemerintah tidak perlu menambah besaran subsidi tersebut atau tidak perlu menaikkan harga BBM. Bahkan pemerintah bisa melakukan penghematan. (sam/jpnn)